GELORA.CO - Aparat penegak hukum seharusnya menyelidiki dan menelusuri kebijakan pemerintah yang nyeleneh, yang dilakukan oleh oknum-oknum pejabat negara di kementerian teknis yang terkait langsung dengan hajat hidup rakyat sehari-hari.
Demikian disampaikankan oleh Samuel F. Silaen, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (Laksamana).
"Yang paling membingungkan adalah banyak lembaga/ komisi negara dibentuk, tapi makin banyak kasus tidak beres di negara ini, seharusnya lembaga/ komisi dibentuk dengan tujuan dapat menyelesaikan berbagai pelanggaran yang terjadi di tengah masyarakat, namun sayangnya tidaklah demikian, " ujar Silaen di Jakarta (31/05).
"Seperti layaknya tubuh over obesitas apa karena terlalu banyak 'lemak' yakni lembaga/ komisi sehingga menyebabkan terlalu kegemukan yang berakibat tidak sehat maka perlu diamputasi. Tujuan lembaga atau komisi dibentuk oleh pemerintah dengan tujuan yang mulia. Tapi kenyataannya tidak seindah di atas kertas, " ungkapnya.
Silaen menilai kondisi yang terjadi di lapangan justru sebaliknya, seperti saling sandera- menyandera diantara pihak-pihak dilembaga/ Komisi tersebut. Istilah yang berkembang di lapangan ialah 'jatah' Freeman. "Perlu diketahui lembaga atau komisi itu sudah menghabiskan anggaran keuangan negara malah terlibat lagi meminta 'jatah' lagi, sungguh terlalu," kritik Silaen.
"Sepertinya mental dan akhlak bangsa ini sudah sangat rusak sekali. Disamping terjadi 'pemerkosaan' terhadap sumber daya alam Indonesia secara sadis. Semua aji mumpung, lalu apa lagi yang tersisa buat generasi yang akan datang jika sekarang dihabiskan? "sambungnya.
"Bisa dibayangkan kedepannya masa depan bangsa Indonesia ini seperti apa?. Jika semua sumber daya alamnya habis dirampok oleh orang- orang yang serakah dan egois. Apa jadinya masa depan anak cucu bangsa Indonesia ini? Tak dapat dibayangkan jika generasi penerus bangsa Indonesia ini akhirnya jadi 'peminta- minta' karena bangsanya yang sudah kere, " sindir Silaen.
Silaen mempertanyakan apa yang terjadi dengan kementerian/ lembaga dan komisi yang begitu banyak itu. Terkesan dilakukan pembiaran sistematis secara sadar dan terencana, sehingga diduga keras bahwa penegak hukum bangsa ini sudah rusak parah, bukan lagi sekedar masuk angin.
"Kekuasaan yang tumpang tindih sesama penegak hukum tersebut justru tidak lagi berpihak kepada kepentingan rakyat tapi mengabdi kepada kepentingan kekuasaan politik oknum pejabat-pejabat. Banyak kebijakan pemerintah yang menyengsarakan rakyat tidak direspon oleh penegak hukum, " imbuh Silaen.
Menurut Silaen, tugas penegak hukum seharusnya memberikan rasa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Itulah tugas dan fungsi lembaga penegak hukum; KPK RI, Polri dan kejaksaan agung RI. Tapi sekarang malah sibuk urus dirinya sendiri.
"Tapi penegak hukum tersebut kompak diam seribu bahasa melihat penderitaan rakyat. Misalnya, kenaikan harga- harga bahan pokok masyarakat yang terdampak akibat adanya salah urus atau ikut 'cawe- cawe' perijinan yang dampaknya menghisap darah rakyat Indonesia, " jelas Silaen.
"Akibat kebijakan pemerintah yang dilakukan oleh kementerian teknis terkait kelangsungan kebutuhan hidup rakyat sehari-hari. Maka harga- harga bahan pangan menjadi tinggi. Siapa yang menikmati keuntungan atas tingginya harga- harga kebutuhan pokok rakyat tersebut?, " tanya Silaen. []