OLEH: ADIAN RADIATUS
PRESIDEN Jokowi wajar dan berhak untuk galau atas kelanjutan beberapa program proyek nasionalnya yang masih akan berlangsung beberapa tahun ke depan. Sementara ajang Pilpres semakin mendekati jadwalnya, sesuai agenda nasional yang telah ditentukan.
Nama Prabowo Subianto menjadi bintang capres pada acara Musyawarah Rakyat Indonesia atau Musra di Senayan Minggu kemarin, ketika Jokowi menyampaikan kriteria dan ciri-ciri calon pemimpin Indonesia setelahnya.
Memang benar bila dikatakan semua ungkapan Jokowi saat itu adalah merujuk sepenuhnya pada karakter dan sifat 'leadership' sejati seorang Prabowo Subianto. Tak ditemukan model watak kepemimpinan seperti itu pada dua sosok bacapres lainnya, baik Ganjar Pranowo apalagi Anies Baswedan.
Ganjar cukup jauh dari kriteria dimaksud, meskipun memiliki komitmen sama pada Jokowi. Sementara Anies lebih tampak menyimpan kepura-puraan dalam setiap tampilannya yang tentu saja semakin sulit dipercaya. Dan Prabowo jelas 'paket lengkap' dari pernyataan Jokowi di Musra itu.
Memang, genderang 'perang' demokrasi resmi belum berlangsung. Namun konsolidasi menunjukkan bagaimana kepentingan-kepentingan politik akan tetap mewarnai partai-partai pemilik suara tersebut dapat menjadi 'antiklimaks' dari proses Capres-Cawapres ke depannya.
Apa yang terjadi dari sikap Jokowi tak melulu dapat dijadikan jaminan sepenuhnya, mengingat banyaknya akses yang meminta Jokowi mampu menjaga suksesi ke depannya. Fakta bahwa Ganjar dan Prabowo adalah sama-sama 'kartu AS' bagi Jokowi sangat terlihat akhir-akhir ini pascapenetapan Ganjar oleh PDIP sebagai bacapres.
Namun Jokowi tak bisa terus berada di antara dua kartu itu, dan apa yang terjadi di acara Musra itu seakan menunjukan ganjaran tersendiri bagi Jokowi dan Prabowo.
Yaitu semakin menguatnya dukungan para relawan Jokowi terhadap sosok Prabowo Subianto sebagai pilihan yang lebih memberi kepastian bagi kelanjutan suksesi pembangunan bangsa dan negara ini.
Sementara itu personifikasi Jokowi pada momen tersebut jelas menjadi sinyal politik yang tak bisa diabaikan oleh PDIP begitu saja. Upaya apa yang akan dilakukan terhadap Jokowi akan arah dukungannya secara langsung atau tidak akan menjadi 'pekerjaan rumah' yang tak mudah bagi PDIP.
Bahkan sepertinya pascaacara Musra itu membuat kalangan internal PDIP, khususnya dari kubu pendukung Ganjar, mulai berpikir. Mereka akan mengevaluasi sejauh mana 'ganjaran' yang diterima Jokowi dan Prabowo itu berdampak pada turunnya elektabilitas Ganjar Pranowo yang akhir-akhir ini dicoba 'dipoles' dengan berbagai atribut penghargaan yang terkesan "aneh tapi nyata".
(Penulis adalah pemerhati sosial politik)