Rekam Jejak Korupsi Kardus Durian yang 'Mati', Kini 'Bangkit' Lagi Seret Nama Cak Imin

Rekam Jejak Korupsi Kardus Durian yang 'Mati', Kini 'Bangkit' Lagi Seret Nama Cak Imin

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Kasus 'kardus durian' yang sempat mati suri dan kini kembali bangkit. Kali ini menyeret nama Wakil Ketua DPR dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin. Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) kekinian menggugat praperadilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

MAKI menilai KPK menghentikan kasus yang juga melibatkan Cak Imin tersebut. Perlu diketahui, kardus durian adalah kasus korupsi dana percepatan pembangunan infrastruktur daerah di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) pada 2011 lalu.

Lebih lanjut, MAKI menyebut penghentian penyidikan adalah perbuatan melawan hukum. Namun, KPK membantah telah menghentikan kardus durian. Mereka bahkan menyinggung keterlibatan Cak Imin turut menerima suap dari Dharnawati, kuasa hukum PT Alam Jaya Papua.

Di sisi lain, Cak Imin dikabarkan akan melaju sebagai calon presiden (capres). Namun, jelang Pilpres 2024, namanya justru kembali disorot karena terlibat kasus korupsi. Bersamaan dengan ini, rekam jejak kardus durian juga diperlukan sebagai pengingat.

Rekam Jejak Kardus Durian

Kardus Durian merupakan kasus korupsi proyek Program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Transmigrasi (PPIDT) di Kemenakertrans dengan pihak swasta yang terlibat, PT Alam Jaya Papua.

Sementara itu, Cak Imin pada tahun terjadinya kardus durian, yakni 2011, masih menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans). Kasus ini juga menyeret nama dua anak buahnya di kementerian tersebut.

Mereka adalah Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (Ditjen P2KT) I Nyoman Suisnaya, serta Kabag Perencanaan dan Evaluasi Program Kemenakertrans Dadong Irbarelawan. Mereka ditangkap KPK menjelang Idul Fitri, yakni pada 25 Agustus 2011.

Selain keduanya, KPK juga menangkap seorang pengusaha bernama Dharnawati. Dalam penangkapannya, turut disita uang sebanyak Rp1,5 miliar yang disimpan di kardus durian. Oleh karena itu, kasus ini disebut demikian.

Dharnawati memberikan uang itu ke sejumlah pejabat Kemenakertrans sebagai dana komitmen agar menerima proyek PPIDT di empat kabupaten yakni Mimika, Manokwari Teluk Wondama, dan Keerom. Uang miliaran yang ditemukan rupanya hanya sebagian kecil dari totalnya.

Diketahui, jumlah uang pelicin untuk proyek itu mencapai Rp7,3 miliar. Dharnawati sempat mengaku terpaksa memberikan dana tersebut atas permintaan dari Cak Imin. Usai melakukan persidangan, Dharnawati pada 30 Januari 2012, ia divonis 2,6 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.

Sementara itu, Nyoman dan Dadong, divonis 3 tahun kurungan penjara pada 29 Maret 2012. Namun untuk Cak Imin, meski terendus turut terlibat, ia terus membantahnya. Ia mengaku tidak mengetahui soal pemberian dana komitmen Dharnawati ke dua anak buahnya dalam proyek PPIDT.

Ia juga mengklaim tidak mengetahui soal anggaran PPIDT. Selama tahun 2011, dikatakan Cak Imin, ia hanya pernah mengajukan dana tambahan melalui APBN-Perubahan. Sisanya, ia mengaku benar-benar baru tahu sejak kasus suap menyuap itu muncul.

Sempat lama tak terdengar kelanjutannya, kardus durian kembali diungkit KPK pada Oktober 2022 lalu. Ketua KPK Firli Bahuri menyebut kasus ini kembali menjadi perhatian. Lalu, KPK juga menemukan berbagai kendala dalam pengusutannya. Salah satunya, dua orang yang menjadi saksi kunci sudah meninggal dunia.

Namun, pihak KPK saat itu menegaskan bahwa penyelidikan kardus durian belum dihentikan. Jika hal ini hendak dilakukan, KPK akan mengajukan surat ke pimpinan dan surat penghentian pun terbit. Firli juga meminta agar kasus ini terus dikawal.

Sumber: suara
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita