GELORA.CO - Puluhan ribu warga Israel pada Sabtu, 8 April 2023, menggelar protes menentang rencana Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk memperketat kontrol di Mahkamah Agung. Serangkaian protes terbaru terhadap rencana tersebut juga terjadi ketika Israel menghadapi peningkatan tajam dalam ketegangan di beberapa front.
Di pusat Tel Aviv, massa yang mengibarkan bendera biru dan putih Israel yang telah menjadi ciri khas protes selama tiga bulan terakhir. Mereka berkumpul untuk menunjukkan pembangkangan terhadap rencana yang dilihat sebagai ancaman eksistensial terhadap demokrasi Israel.
Demonstrasi dimulai dengan doa bagi para korban serangan sehari sebelumnya. Orang-orang Israel gelisah setelah tabrakan mobil di Tel Aviv pada Jumat, 7 Maret 2023, yang menewaskan seorang pria Italia dan melukai lima turis lainnya. Insiden itu terjadi beberapa jam setelah serangan senjata menewaskan dua saudara perempuan Israel dan melukai ibu mereka di dekat pemukiman di Tepi Barat yang diduduki.
Pengunjuk rasa pada Sabtu mengatakan mereka tidak akan mundur karena masalah keamanan. "Keamanan adalah satu hal tetapi reformasi adalah hal lain," kata mahasiswa berusia 26 tahun Amitay Ginsberg. "Kami masih akan datang ke sini dan mengatakan dengan keras dan jelas bahwa kami tidak akan membiarkan reformasi ini berlalu."
Mereka mengacungkan spanduk bertuliskan "Selamatkan demokrasi!", "Kebebasan untuk semua!" dan "Netanyahu menyeret kita untuk berperang". Protes lain yang lebih kecil terjadi di pusat kota Kfar Saba, di Haifa di utara, dan di Yerusalem yang diduduki.
Proposal yang disorongkan Netanyahu akan memberi pemerintah kendali efektif atas penunjukan hakim Mahkamah Agung dan memungkinkan parlemen membatalkan banyak keputusan pengadilan. Menurut pemerintah, perombakan konstitusional diperlukan untuk mengembalikan keseimbangan yang tepat antara peradilan dan politisi terpilih.
Kritikus meyakini itu akan menghilangkan beberapa unsur pemeriksaan dan keseimbangan penting yang menopang negara demokratis. Jika rancangan disahkan, itu berpotensi menyerahkan kekuasaan yang tidak terkendali kepada pemerintah.
Krisis domestik terbesar dalam sejarah Israel baru-baru ini terjadi akibat pertentangan ini. Ratusan ribu demonstran, termasuk tentara cadangan, pemimpin bisnis, anggota industri teknologi Israel dan akademisi terkemuka telah ambil bagian, berhadapan dengan pendukung koalisi agama-nasionalis Netanyahu.
Sebelum protes, polisi telah mendesak orang-orang untuk mengosongkan jalan agar layanan darurat dapat bergerak dengan bebas setelah tabrakan mobil pada Jumat di kawasan pejalan kaki garis pantai yang populer di Tel Aviv.
Inisiatif Netanyahu sendiri dihentikan bulan lalu karena gelombang pemogokan dan demonstrasi massa. Namun Netanyahu telah memobilisasi pasukan cadangan polisi perbatasan dan memerintahkan tentara untuk memperkuat posisi keamanan untuk mencegah kemungkinan masalah. Perserikatan Bangsa-Bangsa, Uni Eropa, dan Amerika Serikat menyerukan Tel Aviv untuk tenang.
Unjuk rasa terjadi di tengah kekhawatiran keamanan yang meningkat setelah serbuan aparat Israel ke Masjid Al Aqsa. Di sekitar Masjid Al Aqsa di Yerusalem, puluhan ribu jemaah diharapkan tetap salat malam di tengah kekhawatiran kemungkinan terulangnya serangan polisi malam, yang diikuti oleh tembakan roket dan serangan Israel ke Gaza dan Lebanon Selatan.
Sumber: tempo