GELORA.CO - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, Pemerintah China hanya memberikan suku bunga pinjaman untuk megaproyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) sebesar 3,4 persen.
Sementara Indonesia awalnya menginginkan suku bunga sebesar 2 persen. Sayangnya tak tercapai saat Luhut melakukan kunjungan kerja ke Beijing, pekan lalu.
"Ya maunya kita kan 2 persen, tapi kan enggak semua kita capai. Karena kalau pinjam keluar juga bunganya itu sekarang bisa 6 persen. Jadi kalau kita dapat 3,4 persen misalnya sampai situ ya we're doing okay, walaupun tidak oke-oke amat," katanya dalam konferensi pers, Jakarta, Senin (10/4/2023).
Kendati demikian, Pemerintah RI berencana ingin negosiasi kembali dengan Pemerintah China agar bisa mendapatkan suku bunga lebih rendah lagi. "Tapi kita masih mau negosiasi lagi," ucap Luhut.
Luhut bilang, suku bunga yang diajukan 2 persen tersebut dimulai pada 2017. Namun, dibandingkan dengan obligasi Amerika Serikat (AS), suku bunga yang diberikan China justru lebih rendah.
"Jadi sebagai perbandingan, kita 2 persen itu kan suku bunga waktu 2017. Waktu itu suku bunga industrinya rendah. Kalau kita lihat cost overrun mereka 3,4 persen itu sekitar 0,2 persen di bawah obligasi di bawah Pemerintah AS yang 30 tahun," jelasnya.
"Atau kalau dibandingkan dengan obligasi AS-RI yang 30 tahun, itu 5,6. Jadi ini sebenarnya bunga yang ditawarkan sudah lebih rendah dibandingkan dengan bunga Pemerintah AS ataupun bunga obligasi AS dari Pemerintah RI," lanjut Luhut.
Luhut pun optimis, pemerintah bisa membayar utang pinjaman tersebut.
"Gak ada masalah (dengan suku bunga pinjaman 3,4 persen), kamu kok ragukan negaramu? Kalian jangan underestimate (meremehkan) bahwa negara kita ini semakin efisien makin baik," ujarnya.
Lantaran dari segi penerimaan pajak RI saja, mencapai 48,6 persen. Hal tersebut menurutnya disokong dari digitalisasi. Dari inilah Pemerintah Indonesia optimis mampu membayar utang ke Pemerintah China.
"Karena kamu lihat ya penerimaan pajak kita naik 48,6 persen, karena banyak efisiensi segala macam. Karena digitalisasi tadi itu kadang-kadang kita enggak sadar terjadi perubahan transformasi digital lebih efisien lagi," pungkasnya.
Sumber: kompas