GELORA.CO - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyampaikan rencananya untuk melibatkan aparat penegak hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung (Kejagung), maupun Polri, untuk mengusut dugaan Tindakan Pindana Pencucian Uang (TPPU) di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Dugaan pencucian uang itu diperoleh Kemenko Polhukam dari laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai transaksi mencurigakan di Kemenkeu dalam rentang waktu 2009-2023 yang melibatkan sekitar 467 pegawai kementerian tersebut.
"Saya tadi berpikir, kalau, misalnya, ada permintaan ke kementerian untuk diselidiki tindakan pencucian uang kan, terus saya harus kasihkan ke aparat penegak hukum KPK, kejaksaan atau polisi," kata Mahfud dalam jumpa pers yang disiarkan kanal YouTube resmi Kemenko Polhukam, dikutip Sabtu (12/13/2023).
Mahfud menyampaikan hal tersebut setelah pertemuan dengan jajaran Kemenkeu di kantor Kemenko Polhukam untuk memutakhirkan informasi satu sama lain terkait transaksi mencurigakan yang diduga TPPU di tubuh kementerian tersebut.
Hadir mewakili Kemenkeu adalah Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, Sekretaris Jenderal Heru Pambudi, dan Inspektur Jenderal Awan Nurmawan Nuh, sementara Mahfud didampingi Deputi III Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia Kemenko Polhukam Sugeng Purnomo. Mahfud menambahkan bahwa dia akan memberikan batas waktu bagi aparat penegak hukum yang menangani pengusutan dugaan TPPU di tubuh Kemenkeu tersebut.
Hal itu dilakukan demi menghindari kemacetan proses pengusutan. "Jadi berdasarkan kesepakatan saja di sini antar-pimpinan. Kalau menunggu undang-undang itu dibuat ya ndak selesai lagi, kita kesulitan lagi untuk menyelesaikannya," kata Mahfud.
Mahfud sebelumnya memaparkan berdasarkan laporan PPATK telah ditemukan transaksi mencurigakan mencapai Rp300 triliun di tubuh Kemenkeu pada rentang waktu 2009-2023 yang melibatkan sekira 467 pegawai.
Logo - Kementerian Keuangan Republik Indonesia (ant) Ia juga menegaskan bahwa temuan tersebut merujuk pada TPPU dan bukannya korupsi.
Dia mencontohkan apabila seseorang menerima gratifikasi sebesar Rp10 miliar kemudian diselidiki intelijen keuangan, ternyata anak yang bersangkutan memiliki rekening besar atau sejumlah perusahaan, istri yang bersangkutan juga demikian, sementara sumber kekayaannya masih dipertanyakan.
"Nah itu yang di dalam undang-undang kita supaya di konstruksi dalam hukum tindak pidana pencucian uang. Sehingga kalau disimpulkan di Kementerian Keuangan itu memang benar ada masalah-masalah ini, tapi tidak semuanya benar," paparnya.
Sementara itu Wamenkeu Suahasil Nazara menyatakan bahwa Kemenkeu berkomitmen penuh untuk bekerja sama dalam pengusutan dugaan TPPU di tubuh lembaganya tersebut. "Kita akan membuka penuh kerja sama kalau ada upaya mengejar tindak pidana pencucian uang ini.
Kalau perlu kita lakukan lagi pemeriksaan-pemeriksaan perpajakan maupun kepabeanan, bukan hanya kepada individu pegawai, tetapi kepada seluruh wajib pajak dan wajib bayar seluruh Indonesia," ujarnya.
Sebagaimana diketahuim Kemenkeu terus disorot usai kasus penganiayaan yang melibatkan anak eks pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu Rafael Alun Trisambodo. Awalnya Rafael disorot karena sebagai pejabat pajak hartanya terbilang fantastis.
Kemudian Rafael pun diperiksa dan PPATK menemukan aliran dana yang mencurigakan di 40 rekening miliknya. Seluruh rekening Rafaael akhirnya diblokir dan pengususutan terus dilakukan hingga muncul dugaan TPPU di Kemenkeu.
Sumber: tvOne