GELORA.CO - Tersangka kasus dugaan korupsi bantuan sosial (Bansos) beras di Kemensos, Ivo Wongkaren, ternyata pernah bersaksi pada perkara mantan Menteri Sosial, Juliari Peter Batubara, dan pernah satu grup dengan politisi PDI Perjuangan, Herman Herry.
Juru bicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri, mengatakan, pihaknya kini tengah melakukan penyidikan baru terkait dugaan korupsi penyaluran Bansos beras untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) 2020-2021 di Kemensos.
"Ini pengaduan masyarakat yang diterima KPK dan ditindaklanjuti melalui penyelidikan hingga berlanjut ke tahap penyidikan," kata Ali Fikri, kepada Kantor Berita Politik RMOL, melalui pesan singkat, Rabu pagi (15/3).
Meski begitu Ali belum membeberkan identitas para tersangka dan konstruksi perkaranya. Hal itu akan diungkapkan ke publik setelah dilakukan upaya paksa penangkapan atau penahanan terhadap para tersangka.
Sumber Kantor Berita Politik RMOL menyebutkan, KPK telah menetapkan enam orang sebagai tersangka, yaitu Kuncoro Wibowo selaku Direktur Utama (Dirut) PT Bhanda Ghara Reksa (BGR) Logistic yang sebelumnya sempat menjabat sebagai Dirut PT Transjakarta sejak Januari-Maret 2023.
Selanjutnya ada Ivo Wongkaren selaku Ketua Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada (PTP); Budi Susanto selaku Direktur Komersial PT BGR; April Churniawan selaku VP Operation PT BGR; Roni Ramdani selaku Ketua Tim Penasihat PT PTP; dan Richard Cahyanto selaku GM PT PTP.
Untuk tersangka Ivo Wongkaren, sebelumnya juga pernah menjadi saksi dalam kasus dugaan suap Bansos di Kemensos tahun 2020 yang menjerat Juliari dkk. Dalam kasus itu, Ivo menjabat sebagai Direktur PT Mitra Energi Persada.
Berdasar fakta hukum kasus Juliari, nama Herman Herry dan Ihsan Yunus, keduanya anggota DPR RI Fraksi PDIP, disebut turut mendapat jatah kuota Bansos dan memberikan sejumlah uang agar mendapat jatah kuota.
Fakta hukum itu muncul pada persidangan vonis Juliari maupun terdakwa lainnya, yang dibeberkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin 23 Agustus 2021.
Dalam pertimbangan-pertimbangan sesuai dengan fakta keterangan saksi-saksi maupun bukti yang ada, majelis hakim membeberkan keterlibatan Herman Herry dan Ihsan Yunus.
Pertimbangan majelis hakim menyebutkan, Juliari membagikan kuota paket penyedia Bansos Sembako menjadi beberapa kelompok, dengan pembagian 1,9 juta paket, antara lain untuk wilayah Botabek, 550 ribu paket diberikan kepada PT Anomali Lumbung Artha.
PT Anomali Lumbung Artha (ALA), berdasar fakta persidangan, merupakan perusahaan titipan Juliari dan selalu mendapatkan kuota sangat besar, dengan total 1.506.900 paket. PT ALA sendiri ternyata perusahaan yang bergerak di bidang elektronik.
Demikian juga perusahaan afiliasinya, seperti Junatama Foodia Kreasindo, yang memperoleh kuota 1.613.000 paket, PT Famindo Meta Komunika memperoleh kuota 1.230.000 paket dan PT Tara Optima Primago 250 ribu paket.
Sementara PT Dwimukti Grup, milik Herman Herry, yang diklaim Ivo Wongkaren sebagai perusahaan penyuplai sembako bagi PT ALA dan perusahaan afiliasinya, merupakan perusahaan yang bergerak di bidang elektronik, mendapatkan kuota sebanyak 1 juta paket Sembako.
Selanjutnya PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude (MHS), juga perusahaan titipan Juliari yang berasal dari Muhammad Rakyan Ihsan Yunus, mantan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, dengan penanggungjawab Agustri Yogasmara alias Yogas, yang ditunjuk sebagai penyedia pengadaan Bansos Sembako.
Kedua perusahaan itu merupakan perusahaan yang tidak memenuhi persyaratan sebagai penyedia, karena PT Pertani tidak mempunyai kemampuan keuangan, sedangkan PT MHS tidak mempunyai pengalaman pekerjaan di bidang sejenis, melainkan hanya sebagai supplier dari PT Pertani.
Pada pelaksanaan pengadaan Bansos Sembako penanganan Covid-19, PT ALA memperoleh kuota paling besar 550 ribu paket pada tahap tiga.
Akan tetapi, Adi Wahyono selaku kuasa pengguna anggaran (KPA), menurunkan kuota kepada perusahaan itu pada pengadaan tahap kelima, menjadi 500 ribu paket. Dengan alasan agar bisa mengakomodir perusahaan penyedia lain yang ikut berpartisipasi dalam pengadaan Bansos Sembako.
Tetapi, atas penurunan kuota itu, Ivo Wongkaren dan Herman Herry menyampaikan keberatan dan meminta agar kuota tidak dikurangi. Atas keberatan itu, pada pengadaan tahap 6, Adi kembali menaikkan kuota PT ALA menjadi 550 ribu paket.
Demikian juga terhadap pengurangan kuota untuk PT MHS oleh Joko. Pada tahap 11 menjadi 100 ribu paket. Setelah memperoleh informasi atas pengurangan kuota dari Joko, Harry Van Sidabukke selaku penanggungjawab PT MHS melaporkan pengurangan kuota itu kepada pemilik kuota, yaitu Yogas, yang merupakan kepanjangan tangan Ihsan Yunus, dengan meminta agar kuota PT MHS tidak dikurangi, dan disetujui Yogas.
Atas laporan itu, kuota PT MHS tidak jadi dikurangi dan dikembalikan menjadi 135 ribu paket.
Hakim menilai, terbukti bahwa terkait penunjukan PT Pertani (Persero), PT MHS sebagai penyedia pengadaan Bansos Sembako untuk penanganan Covid-19 di Kemensos 2020, penunjukan PT Tigapilar Agro Utama (TAU) dan penunjukan penyedia lainnya, Juliari, Adi dan Joko terbukti menerima fee berupa uang dari Harry Van Sidabukke selaku penanggungjawab kegiatan PT Pertani (Persero) dan PT MHS, senilai Rp1.280.000.000.
Dari Ardian Iskandar Maddanatja selaku penanggungjawab PT TAU senilai Rp1.950.000.000 dan para penyedia lainnya senilai Rp29.252.000.000. Sehingga uang yang diterima Juliari seluruhnya Rp 32.482.000.000.
Sumber: RMOL