Solusi Sri Mulyani: Harakiri!

Solusi Sri Mulyani: Harakiri!

Gelora News
facebook twitter whatsapp


Oleh: Haris Rusly Moti*

MENTERI Keuangan Sri Mulyani Indrawati sangat luar biasa. Menteri yang bisa hidup di semua zaman. Katanya "siapa pun presidennya, Menteri Keuangannya tetap Sri Mulyani".

Menjabat sebagai Menteri Keuangan pada eranya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sejak tanggal 7 Desember 2005 - 20 Mei 2010. Lima tahun menjadi Menteri Keuangan. Sebelumnya Sri Mulyani menjabat Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas.

Setelah SBY, Sri Mulyani kembali meneruskan menjabat Menteri Keuangan era Presiden Joko Widodo (Jokowi), sejak 27 Juli 2016 hingga 2023. Delapan tahun lamanya. Total sudah 13 tahun Sri Mulyani menjabat sebagai Menteri Keuangan. Namun pertanyaan yang menggelitik adalah, apa saja yang telah dicapai dari masa jabatan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan yang panjang itu?

Jawabannya lumayan jelas dan terang. Pada era pemerintahan Presiden SBY, meledak skandal kejahatan perbankan Bank Century, yang biasa disebut Century Gate sebesar Rp 6,7 triliun.

Kasus Century Gate ini diduga melibatkan Sri Mulyani sebagai pengambil keputusan penting ketika itu. Kasus ini nyaris saja menjatuhkan SBY dari kursi Presiden. Namun SBY berhasil lolos dari skandal Century Gate.

Begitu juga dengan Sri Mulyani, yang berhasil lolos dari jeratan hukum skandal Century Gate. Ternyata bukan itu skandal saat Sri Mulyani menjabat sebagai Menteri Keuangan. Ada juga kasus mafia pajak yang melibatkan pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Gayus Tambunan. Kasus ini meledak di era SBY sebagai presiden. Memang hebat luar biasa Menteri Sri Mulyani ini.

Sementara di eranya pemerintahan Presiden Joko Widodo, hasil dari kepemimpinan Sri Mulyani juga nyata dan telanjang. Publik dihebohkan oleh kasus mafia pajak, yang kali melibatkan pejabat eselon dua di Ditjen Pajak, Angin Prayitno.

Ternyata Angin ini bukan sembarang pejabat. Faktanya Angin Prayitno adalah anak buah yang diangkat dan dilantik sendiri oleh Sri Mulyani untuk menjadi Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan.

Hebat benar dan prestisius jabatan satu ini di Ditjen Pajak, sebab dipastikan tidak semua orang bisa meraih jabatan paling basah tersebut. Jabatan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak ini hanya bisa ditempati oleh orang terbaik, pilihan dari Menteri Sri Mulyani. Sayangnya, Angin Prayitno bernasib apes, karena menjadi pesakitan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Harta jumbo Angin Prayitno berhasil dilacak dan disita oleh KPK, nilainya sebesar Rp 57 miliar. Luar biasa besar untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) eselon dua di Kementerian Keuangan.

Angin dibawa KPK ke Pengadilan. Hasilnya, majelis hakim menyatakan Angin Prayitno terbukti bersalah telah menerima suap dari kuasa khusus wajib pajak PT Bank Pan Indonesia (Panin), Veronika Lindawati Rp 8,75 miliar. Pemilik Bank Panin adalah Mukmin Ali.

Bukan itu saja kebiasaan Angin Prayitno menerima suap dari wajib pajak. Ternyata Angin Prayitno juga terbukti di pengadilan menerima suap dari kuasa PT Jhonlin Baratama Agus Susetyo, dan konsultan pajak PT Gunung Madu Plantations, Aulia Imran dan Ryan Ahmad Ronas Rp 7,5 miliar. Namun sejumlah perusahaan raksasa penyuap bebas dari sanksi hukum. Mereka masih bebas merdeka.

Setelah Gayus Tambunan dan Angin Prayitno, anak buah Sri Mulyani kembali membuat publik terperanga. Berawal dari peristiwa terheboh “by accident” penganiayaan yang dilakukan oleh anak pejabat pajak korup, Rafael Alun.

Tuhan Yang Maha Kuasa membuka tabir kejahatan keuangan dan perilaku korupsi dalam tubuh organisasi pemerintah yang dipimpin oleh Sri Mulyani. Kejahatan yang selama ini sengaja digelapkan dan ditutup-tutupi. Memang, di seluruh zaman, episentrum kejahatan keuangan itu, salah satunya ada di dalam institusi keuangan negara.

Perilaku korupsi anak buah Sri Mulyani seperti berebutan dan saling susul-menyusul. Setelah harta hasil korupsi Rafael Alun dibongkar, giliran netizen dan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) membuka data.

Bak jamur di musim hujan yang tumbuh di mana-mana. Bermunculan ke permukaan data tentang harta kekayaan sejumlah pejabat anak buah Sri Mulyani yang lain. Perilaku anak buah Sri Mulyani di Ditjen Bea Cukai (BCA) hingga Dirjen Pajak yang senang mengoleksi barang mewah, seperti motor gede (Moge).

Menghadapi sikap netizen yang keras terhadap perilaku anak buahnya, Sri Mulyani merespons dengan tampil menjadi pahlawan kesiangan. Sri Mulyani membubarkan klub moge di pejabat Kementerian Keuangan.

Namun “netizen ora sare”. Malah kini netizen membongkar kelakuan suami Sri Mulyani, yang juga punya kesenangan mengoleksi moge. Namun dijawab oleh Sri Mulyani bahwa “suami saya hanya membeli moge sebagai koleksi, tetapi tidak boleh pakai”.

Kalau begitu, boleh dong mengoleksi barang mewah di rumah walaupun itu dari uang hasil korupsi? Asal jangan dipakai. Jangan pamer-pamerlah di media sosial (medsos). Publik lalu menduga, jangan-jangan seperti itu pengarahan Ibu Sri Mulyani kepada bawahannya di Kementerian Keuangan.

“Silakan saja anda korupsi, asal jangan sampai dipamer di medsos saja. Boleh saja beli barang mewah dari uang korupsi, asal jangan dipakai, biar tidak ketahuan netizen”.

Solusi: Harakiri

Salah satu syarat orang bekerja di sektor keuangan, perbankan, dan lainnya, di antaranya adalah jujur dan kredibel. Ruhnya institusi keuangan itu ya ‘trust’, kepercayaan. Lembaganya harus terpercaya. Pegawai dan pejabatnya bisa dipercaya!

Bisa bayangkan, orang yang dipercaya memegang uang kita adalah seorang bekas perampok, orang yang suka berbohong, intoleran terhadap kejahatan dan tidak bisa dipercaya. Bisa ludes semua itu uang kita di brankas.

Apalagi setingkat Menteri Keuangan, lidahnya itu bisa menentukan baik buruknya ekonomi politik nasional. Pernyataannya dapat mengguncang stabilitas pasar modal, pasar modern hingga pasar tradisional.

Pertanyaannya, apakah Sri Mulyani masih bisa dipercaya, setelah institusi Kementerian Keuangan-nya terlilit skandal harta "gaib" milik pejabat eselon III Kemenkeu, Rafael Alun?

Bantahan terkait transaksi mencurigakan Rp 300 triliun yang diduga libatkan ratusan pejabat dan pegawai Kemenkeu makin membuktikan Sri Mulyani tidak kredibel, tidak bisa dipercaya.

Setelah Rafael Alun dan PPATK melemparkan kotoran ke muka Sri Mulyani yang dicitrakan bersih dan harum semerbak, maka tidak ada lagi alasan Sri Mulyani untuk bertahan memimpin Kementerian Keuangan. Bayangkan, kejahatan itu bahkan melibatkan pejabat/pegawai yang punya akses terhadap informasi dan kebijakan keuangan negara.

Jika Sri Mulyani adalah orang terhormat, punya rasa malu dan merasa tidak bersalah, tidak terlibat dalam rangkaian skandal kejahatan keuangan yang mencoreng integritas dan kredibilitas institusi Kementerian Keuangan, maka dia harus mengambil jalan kehormatan, yaitu Harakiri.

Harakiri, dulunya dikenal sebutan ‘seppuka’ adalah kematian terhormat atau bunuh diri ritualistik. Tradisi seppuku (Harakiri) sudah lahir dari abad ke-12 untuk menegakkan kehormatan seorang samurai.

Kita serahkan saja kepada Sri Mulyani untuk menegakan kehormatan dirinya dengan memilih metode harakiri yang terbaik untuk dirinya, tentu untuk kepentingan dan kemaslahatan bangsa dan negara.

Ada dua cara harakiri yang dapat ditempuh oleh Sri Mulyani: pertama, mengundurkan diri sebagai Menteri Keuangan. Sangat jelas, Sri Mulyani gagal memimpin sektor keuangan yang bebas dari kartel kejahatan keuangan.

Bentuk harakiri kedua, bekerja sama secara aktif dengan penegak hukum, citizen dan netizen untuk membongkar kejahatan kartel keuangan di dalam institusi Kementerian Keuangan, walaupun kejahatan itu melibatkan dirinya.

Jika tidak bersalah, mestinya Sri Mulyani langsung mendatangi pimpinan KPK dan Kejaksaan Agung untuk meminta diperiksa terkait sejumlah kejahatan yang terbongkar terakhir.

Jika masih punya kehormatan dan rasa malu, Sri Mulyani pasti segera ambil jalan kehormatan: Harakiri. 

*) Penulis adalah Aktivis Petisi 28
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita