GELORA.CO - Manager Program Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menilai putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) sebagai sebuah bagian dari skenario yang matang dan terstruktur.
Pasalnya sebelum adanya putusan yang kontroversi ini, sudah banyak beberapa kelompok dan perseorangan yang gencar menyuarakan wacana tunda pemilu.
“Menurut saya bukan suatu hal yang tiba-tiba, saya menduga putusan ini adalah bagian dari skenario yang terus menerus dilakukan oleh sekelompok orang untuk menunda penyelenggaraan Pemilu 2024,” kata Fadli dalam konferensi persnya secara virtual, Minggu (5/3/2023).
Ia menduga gerakan menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke PN Jakpus, juga dimotori oleh kelompok yang sama. Fadli menilai putusan tersebut sebagai bagian dari skenario jahat yang bisa mencederai demokrasi di tanah air.
Fadli menyerukan masyarakat untuk kawal dan lawan upaya melanggar konstitusi melalui lembaga peradilan ini. “Upaya dari orang yang menginginkan pemilu 2024 ditunda ini harus kita lawan, ini bentuk upaya dari sekelompok orang yang ingin menghancurkan demokrasi di Indonesia dan tidak bisa kita biarkan begitu saja,” tambahnya.
Putusan tersebut, sambung Fadli, bertentangan dengan Konstitusi, Undang-Undang dan sangat fatal, mengingat PN Jakpus tidak mempunyai kewenangan dalam menyelesaikan sengketa administrasi keikutsertaan partai politik dalam penyelenggaraan pemilu.
“Bahkan putusannya sangat bertentangan dengan Undang-Undang dan kerangka hukum yang ada, mereka tidak punya kewenangan untuk menentukan apakah tahapan pemilu bisa ditunda atau tidak,” tegas Fadli.
Fadil menekankan, apapun yang terjadi gelaran pesta demokrasi lima tahunan harus tetap berjalan sesuai jadwal. Karena hal ini merupakan amanat dari Undang-undang Pemilu nomor 7 tahun 2017. “Apalagi pemilu itu kan secara periode harus dilakukan dalam kurun waktu lima tahun sekali, jadi tidak bisa di tunda seperti itu,” tutupnya.
Diketahui, dalam persidangan di PN Jakarta Pusat, majelis hakim mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama kurang lebih 2 tahun 4 bulan 7 hari.
“Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari,” demikian bunyi putusan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim yang diketuai oleh Hakim Oyong memerintahkan KPU untuk tidak melanjutkan sisa tahapan Pemilu 2024 guna memulihkan dan menciptakan keadaan adil serta melindungi agar sedini mungkin tidak terjadi lagi kejadian-kejadian lain akibat kesalahan, ketidakcermatan, ketidaktelitian, ketidakprofesionalan, dan ketidakadilan KPU sebagai pihak tergugat.
Sumber: inilah