OLEH: DJONO W OESMAN
ISU cuci uang Rp 349 triliun jadi cek-cok segi banyak. Awalnya diungkap PPATK. Didorong Menko Polhukam, Mahfud MD dan Menkeu, Sri Mulyani. Diramaikan Anggota DPR, dan akan dipolisikan MAKI. Ribut besar, tanpa info: Siapa koruptornya?
Semua tahu, ini efek kasus penyaniayaan brutal Mario Dandy (20), terhadap David Ozora (17). Lantas rekening ayah Mario. Rafael Alun Rp 56,1 miliar blokir PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan).
Tabungan Rafael di safe deposit box sebuah bank senilai Rp 37 miliar diblokir pula. Terlacak lagi transaksi mencurigakan di rekening Rafael senilai setengah triliun rupiah.
Terus, Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana menyampaikan ke Prof Mahfud tentang transaksi diduga pencucian uang Rp 300 triliun. Dilacak lebih lanjut nilainya jadi Rp 349 triliun.
Ivan lapor ke Mahfud selaku Ketua Komite Nasional TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang). Sudah prosedural. Sah. Lalu, Mahfud bersama Menkeu, Sri Mulyani menggelar konferensi pers tentang itu.
Lanjut, Anggota Komisi III DPR Fraksi PPP, Arsul Sani menilai, Mahfud MD tidak berwenang mengumumkan itu. Meskipun Mahfud Ketua Komite Nasional TPPU. Itu disampaikan di Rapat Komisi III dengan PPATK, Selasa, 21 Maret 2023.
Jadi, bukan soal siapa yang korupsi yang uangnya dicuci Rp 349 triliun. Tidak ke pokok masalah itu. Melainkan, mlipir ke pinggiran, soal kewenangan mengumumkan.
Arsul mengutip Perpres Nomor 6 Tahun 2012 tentang Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang pada pasal 4 berbunyi:
Tugas Komite TPPU (yang diketuai Mahfud) melaksanakan empat fungsi:
1) Perumusan arah, kebijakan, dan strategi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang;
2) Pengoordinasian pelaksanaan program dan kegiatan sesuai arah, kebijakan, dan strategi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang;
3) Pengoordinasian langkah-langkah yang diperlukan dalam penanganan hal lain yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang termasuk pendanaan terorisme;
4) Pemantauan dan evaluasi atas penanganan serta pelaksanaan program dan kegiatan sesuai arah, kebijakan dan strategi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
Intinya, Arsul menilai Mahfud tidak berwenang mengumumkan. Padahal, di empat fungsi itu semuanya memuat tugas (Mahfud) pencegahan dan pemberantasan TPPU.
Jadi, maksud Arsul Sani jelasnya: Mahfud wajib mencegah, tapi dilarang mengumumkan.
Lain lagi. Anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan dalam rapat Komisi II dengan PPATK mengancam Kepala PPATK Ivan, bisa dihukum empat tahun penjara karena mengumumkan (diistilahkan membocorkan) laporan hasil analisis (LHA) PPATK ke DPR.
Arteria mengutip Pasal 11 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Begini:
Ayat 1: Pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, hakim, dan setiap orang yang memperoleh dokumen atau keterangan dalam rangka pelaksanaan tugasnya menurut Undang -undang ini wajib merahasiakan dokumen atau keterangan tersebut, kecuali untuk memenuhi kewajiban menurut Undang-undang ini.
Ayat 2: Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
Ayat 3: Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, dan hakim jika dilakukan dalam rangka memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bisa dipenjara empat tahun (Kepala PPATK Ivan). Karena:
Arteria: "Jangan semuanya TPPU-TPPU minta LHA. LHA-nya nggak dipakai, TPPU-nya hilang jadi duit.”
Makna kalimat itu kurang jelas. Bisa ditafsirkan secara sederhana: “TPPU-nya diduitin.” Tapi kemudian diperjelas Arteria, begini:
"LHA-nya dipakai jualan sama aparat penegak hukum. Sekarang, semua laporan, Pak, semuanya ujungnya plus TPPU. Mau hilangin TPPU-nya? Bayar."
Masih juga kurang jelas. Bisa dipersepsikan dengan istilah slank: Dicairkan. Atau pemerasan.
Ada lagi. Anggota Komisi III DPR RI, Benny K. Harman, nebeng bicara:
"Untuk kepentingan rakyat, kami siap adu logika, adu argumentasi dan adu kesetaraan dengan Pak Mahfud. Agar DPR tidak hanya dijadikan rubber stamp, tukang stempel doang. Your most welcome, Pak Mahfud."
Isu ini lalu ditumpangi LSM. Koordinator MAKI (Masyarakat Anti Korupsi Indonesia) Boyamin Saiman kepada pers, Kamis (23/3) mengatakan:
"Menindaklanjuti statement DPR yang menyatakan ada pidana yang disampaikan PPATK dalam rapat Komisi III kemarin, MAKI Minggu depan akan melapor ke kepolisian berkaitan dengan tindak lanjut apa yang dikatakan oleh Anggota Komisi III DPR tersebut bahwa proses yang dilakukan PPATK itu mengandung unsur pidana.”
Rencana laporan MAKI ke polisi sengaja dibuat unik oleh Boyamin. Ia melaporkan PPATK, tapi justru untuk membela PPATK. Argumen begini:
"Kalau ini dikatakan tidak benar oleh DPR, maka saya mencoba dengan logika terbalik, mengikuti arusnya DPR dengan melaporkan Kepala PPATK ke Kepolisian dengan dugaan membuka rahasia sebagaimana Undang-undang yang mengatur PPATK dan itu diancam pidana.”
Dilanjut: "Inilah bentuk logika terbalik saya. Kemudian jika nanti kepolisian menyatakan tidak ada pidana apa yang dilakukan PPATK maka apa yang dilakukan PPATK itu benar.”
Di situ ditampilkan demonstrasi ‘logika terbalik’. Melaporkan Kepala PPATK Ivan ke polisi, tapi demi mendukung PPATK. Dibolak-balik. Supaya tidak gosong (kasusnya).
Menanggapi semua itu, Prof Mahfud tidak gentar. Melalui Twitter pribadinya, Minggu, 26 Maret 2023, Mahfud menulis begini:
"Bismillah… Mudah-mudahan Komisi III tidak maju mundur lagi mengundang saya, Menko Polhukam/Ketua KNK-pp-TPPU. Saya sudah siap hadir.”
Dilanjut: "Saya tantang Saudara. Benny K. Harman harus hadir, dan tidak beralasan ada tugas lain. Begitu juga saudara Arteria dan Saudara Arsul Sani. Jangan cari alasan absen."
Mahfud menegaskan akan hadir ke DPR, yang kabarnya bakal adu argumentasi pada Rabu, 29 Maret 2023. Ternyata, kata Mahfud: "Undangannya belum nyampai ke saya."
Begitu semangat Mahfud meladeni adu argumentasi dengan Anggota Komisi III DPR soal ini. Meskipun ia belum diundang.
Beginilah jadinya. Demonstrasi ‘jungkir-balik’ isu Rp 349 triliun ini membikin otak publik ‘kebolak-balik’. Puyeng-gendheng. Karena, belum tahu siapa pencuri uang negara, tapi pencak lidah dan silat medsos sangat emosional. Katanya, demi rakyat.
(Penulis adalah Wartawan Senior)