Diduga Sindir Anies Hanya Pintar Membaca dan Pidato, Menterinya Jokowi Disentil: Saya Bilang Tidak Cerdas

Diduga Sindir Anies Hanya Pintar Membaca dan Pidato, Menterinya Jokowi Disentil: Saya Bilang Tidak Cerdas

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Menteri Investasi Bahlil Lahadalia diduga menyindir Anies Baswedan dengan menyarankan mencari pemimpin yang tidak hanya pintar membaca buku dan berpidato.

Hal tersebut diungkap Bahlil saat memberikan orasi ilmiah di hadapan ratusan wisudawan Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta Timur pada Rabu (15/3/2023).

“Jadi hati-hati sekarang, kita milih pemimpin tidak cukup pintar baca buku, dan pintar pidato, tapi harus punya leadership dan harus punya kemampuan manajerial yang baik untuk membangun rakyat bangsa dan negara,” ujar Bahlil dikutip dari Republika.

Menanggapi pernyataan Bahlil tersebut, Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun menyebut Bahlil tidak cerdas karena membandingkan Indonesia dan Inggris yang jelas-jelas berbeda sistem pemerintahannya.

“Kenapa saya bilang tidak cerdasnya. Begini, ya nggak bisa kita membandingkan Indonesia dan Inggris. Why? Karena Inggris itu menggunakan sistem pemerintahan parlementer. Indonesia presidensial,” ujar Refly, dikutip WE NewsWorthy dari kanal YouTube pribadi pada Kamis (16/3/2023).

Dalam sistem pemerintahan presidensial yang dianut Inggris, pemerintahan bisa jatuh kapan saja terlebih ketika mayoritas parlemen menarik dukungan terhadap perdana menteri yang sedang berkuasa.

“Dalam sistem pemerintahan presidensial, pemerintahan at any time bisa jatuh. Jadi kalau misalnya mayoritas parlemen menarik dukungan terhadap perdana menteri tersebut, ya jatuh perdana menterinya,” jelas Refly.

Ketika hal tersebut terjadi, kepala negara di negara dengan sistem pemerintahan presidensial akan menunjuk perdana menteri lain atau akan mempercepat penyelenggaraan Pemilu

Pengamat politik ini kemudian mencontohkan saat Indonesia menganut sistem perlementer seperti Inggris, kabinet saat itu jatuh bangun padahal yang memimpin juga orang-orang pintar.

“Dalam tahun 1950, tahun ’49 sesungguhnya tapi ’49-50’ itu sistem pemerintahan parlementer tapi kita serikat. Dari tahun ’49 ke ’59, sepuluh tahun kita menggunakan sistem pemerintahan parlementer dan kabinet jatuh bangun. Bukan orang-orang bodoh yang memerintah pada saat itu.,” jelas Refly.

Sumber: newsworthy
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita