GELORA.CO - Kasus penipuan dengan modus penerimaan taruna Akpol diungkap Polda Lampung.
Perempuan bernama Yunie Sarahwati (56) alias Ayu, warga Jebresan, Kalurahan Kalitirto, Sleman, Yogyakarta ditangkap atas kasus penipuan dengan korban warga Lampung.
Ayu sebelumnya menjanjikan korban yakni calon siswa lulus saat masuk Akademi Polisi dengan syarat membayar Rp 750 juta.
Korban pun sudah setor Rp 250 juta ke pelaku, namun sampai batas waktu yang dijanjikan, korban tak kunjung diterima di Akpol.
Kasus tersebut berawal saat korban FZA dikenalkan oleh kerabatnya kepada tersangka.
Mengetahui anak korban ingin masuk polisi, tersangka lalu menawarkan jasa kepada FZA untuk membantu meloloskan calon taruna Akpol.
Kasubdit 1 Ditreskrimum Polda Lampung, AKBP Wahyudi Sabhara mengatakan pada tahun 2021, korban dikenalkan oleh seseorang kepada tersangka yang mengaku bisa meloloskan anak korban masuk taruna Akpol.
Saat itu pelaku mengaku punya kenalan petinggi di Mabes Polri.
Hal tersebut membuat korban FZA percaya dan menitipkan anaknya ke Ayu.
Tersangka Ayu kemudian membuat janji dengan korban untuk bertemu di suatu lokasi di Jakarta.
Setelah bertemu dengan korbannya, tersangka Yunie lalu meminta agar korban menyerahkan uang senilai Rp 700 juta untuk meloloskan anaknya menjadi polisi.
Korban kemudian menyerahkan uang muka Rp 250 juta dengan cara ditransfer sebanyak lima kali ke rekening pelaku.
Namun, setelah pelaksanaan tes ternyata anak korban tidak lulus.
Korban pun menghubungi pelaku untuk mengembalikan uang yang sudah ditransfer itu.
Karena pelaku tidak mengembalikan uang, korban melaporkan hal itu ke Polda Lampung pada September 2022 lalu.
Polisi kemudian menangkap pelaku di persembunyiannya di Yogyakarta pada Senin (20/3/2023) setela Ayu dua kali mangkir dari panggilan.
Rahmat melanjutkan, pelaku kini telah dilakukan penahanan di Mapolda Lampung untuk dilakukan pengembangan lebih lanjut.
Akibat perbuatannya, tersangka Yunie Sarahwati terancam pasal penipuan atau penggelapan sebagaimana pasal 378 KUHP dan atau pasal 372 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal empat tahun penjara.
Dari tersangka yunie, polisi turut mengamankan sejumlah barang bukti berupa kwitansi serah terima uang antara tersangka dan korban senilai Rp 100 juta, dan empat lembar rekening koran atas nama korban FZA.
Lalu, barang bukti lain yang diamankan yakni surat tanda terima senilai Rp 150 juta, dan satu lembar bukti registrasi calon taruna Polres Lampung selatan atas atas nama inisial PPP.
Kapolri minta polisi terlibat calo seleksi polri dipecat
Sebelumnya diberitakan, Jenderal Listyo Sigit Prabowo kecewa dengan sanksi demosi yang diterima lima anggota polisi yang jadi calo penerimaan anggota Polri 2022.
Jenderal Listyo Sigit memerintahkan penjatuhan hukuman pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) kepada lima polisi tersebut.
Perintah Kapolri tersebut disampaikan dalam kegiatan Penutupan Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Staf Bidang Sumber Daya Manusia (SSDM) Polri di Kepulauan Riau, Jumat (17/3/2023) malam.
Listyo juga memperingatkan agar tidak ada lagi personel Polri yang bermain-main dengan penerimaan calon anggota Polri.
"Saya sudah perintahkan kepada Kapolda dan Kabid Propam berikan hukuman, kalau tidak di-PTDH, proses pidana. Sehingga tidak ada lagi yang bermain-main dengan masalah ini,” tegas Sigit dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (18/3/2023), dikutip Kompas.com.
Listyo juga menjelaskan, sanksi tegas tersebut selain memberikan efek jera, juga merupakan komitmen perubahan yang dilakukan oleh institusi Polri.
Ia juga mengaku tidak ingin kinerja personel Polri yang baik menjadi tercoreng akibat tingkah sejumlah individu di instansinya.
“Karena kita semua sudah serius, saya lihat teman-teman ini sudah luar biasa, tapi kalau kemudian di luar masih ada bermain-main, menembak di atas kuda, mau apa jadinya kita. Tetap persepsi selalu akan begitu," sambungnya.
Listyo juga menyebut dirinya menerima informasi adanya proses transaksional terkait jalur Sekolah Inspektur Polisi (SIP), dan secara tegas mencoret oknum tersebut.
"Terus saya suruh coret waktu itu, baru ketahuan yang bayar, karena memang kita batasi untuk pemberian kuota tahun ini, tapi ternyata dari jalur-jalur begitu juga ada, begitu kita coret baru ketahuan yang bayarnya," ungkapnya.
Menurut Kapolri, hal-hal yang dapat melahirkan persepsi negatif harus segera dihentikan, dan siapa pun yang mencoba bermain-main akan hal itu, baik personel Polri maupun pihak luar, ia memerintahkan agar personelnya tidak ragu mengambil tindakan tegas.
"Jadi kehormatan kita sama-sama, untuk menunjukan SDM Polri tidak seperti itu.”
“Kalaupun ada, itu adalah orang yang memanfaatkan dan kalau itu masih polisi juga ketahuan, kita proses keras. Kalau di luar polisi kalau ketahuan, ada proses sidang," kata Listyo.
Disidang etik
Lima anggota Polda Jateng yang diduga menjadi calo dalam penerimaan Bintara Polri tahun 2022 telah menjalani sidang etik dan mendapatkan sanksi dari Polri.
Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Pol.Iqbal Alqudusy menyebut kelima anggota Polisi tersebut yakni Kompol AR, Kompol KN, AKP CS, Bripka Z dan Brigadir EW terbukti melanggar Kode Etik Profesi Kepolisian.
"Para pelaku terbukti melakukan perbuatan tercela dan sudah meminta maaf kepada institusi," kata Iqbal dalam keterangannya, Kamis (9/3/2023) dikutip dari Antara.
Kendati demikian bukan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau pemecatan yang diberikan kepada kelima polisi tersebut.
Iqbal menyebut, mereka dijatuhi sanksi administrasi.
Menurut penjelasannya, untuk tiga polisi, masing-masing Kompol AR, Kompol KN dan AKP CS dijatuhi hukuman demosi selama dua tahun.
Sementara dua pelaku lain, yakni Bripka Z dan Brigadir EW, dijatuhi hukuman ditempatkan di tempat khusus (patsus) masing-masing selama 21 hari dan 31 hari.
Selain lima polisi tersebut, sanksi administrasi juga diberikan kepada dua Aparatur Sipil Negara (ASN) Polri yang diduga juga terlibat dalam praktik percaloan penerimaan Bintara Polri pada seleksi tahun 2022.
Iqbal menyebut, seorang dokter yang terlibat dalam kejadian tersebut dijatuhi sanksi penurunan jabatan satu tingkat selama satu tahun.
Sementara satu PNS lainnya dijatuhi hukuman pemotongan tunjangan selama 12 bulan.
Diberitakan sebelumnya, lima anggota Polda Jateng terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Divpropam Polri terkait seleksi penerimaan Bintara Polri tahun 2022.
Kapolda Jateng Irjen Pol Ahmad Luthfi mengatakan para pelaku melakukan tindakan tersebut atas inisiatif pribadi.
Dia pun meminta seluruh masyarakat maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk mengawal kasus ini hingga tuntas.
"Mungkin dari LSM atau organisasi siapapun untuk mengawal tentang transparansi yang dilakukan," ujarnya
Terima duit ratusan juta
Kombes Iqbal memastikan jumlah uang yang disetorkan orang tua calon bintara kepada anggota polisi besarnya mencapai ratusan juta rupiah.
"Uang yang diberikan ada Rp350 juta hingga Rp750 juta," kata Iqbal di Semarang, Jawa Tengah pada Kamis (9/3/2023).
Namun demikian, menurut Iqbal, uang tersebut saat ini sudah dikembalikan kepada yang berhak. Ia menuturkan dari puluhan orang yang diperiksa, hanya belasan orang yang merupakan pemberi.
Adapun pemberian uang sebanyak ratusan juta rupiah tersebut, kata Iqbal, dilakukan sebelum adanya pengumuman kelulusan.
"Jadi sebenarnya mereka itu sudah diterima atas kemampuan calon masing-masing," ucap Iqbal.
Iqbal menambahkan, lima oknum polisi dan dua PNS Polri yang terlibat dalam perkara tersebut sudah dijatuhi sanksi.
Tak cukup sanksi kode etik
Senada Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) juga menilai polisi harus memproses pidana terhadap 5 anggotanya yang melakukan calo dalam penerimaan tersebut.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan sanksi kode etik saja tak cukup untuk membuat jera.
"Mereka tidak cukup hanya dijerat kode etik karena sudah mempermalukan Polri," tegasnya.
Praktik ini jelas Boyamin sudah masuk dalam kategori pungutan liar atau pungli. Selain itu ia juga menyoroti penanganan kasus ini yang dilakukan oleh Bidang Propam Polda Jawa Tengah.
"Saya khawatir perkara ini akan dikecilkan dan tidak dikembangkan jika ditangani Propam Polda Jateng ," kata Boyamin dikutip dari Antara.
Boyamin mengatakan seharusnya perkara ini ditangani oleh Divisi Propam Polri langsung.
Sumber: wartakota