Wanita Bikin Konten Dekatkan Payudara ke Ojol, Ahli: Ini Pelecehan Bisa Pidana

Wanita Bikin Konten Dekatkan Payudara ke Ojol, Ahli: Ini Pelecehan Bisa Pidana

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Konten video seorang perempuan yang bertanya alamat kepada driver ojek online (ojol) sambil mendekatkan payudaranya viral di media sosial baru-baru ini. Dalam video yang diunggah ulang oleh akun Instagram @dramaojol.id itu terlihat seorang perempuan yang sedang bertanya alamat kepada beberapa driver ojol.

Sambil bertanya, perempuan tersebut berusaha untuk memajukan badannya hingga tubuh bagian dadanya hampir menempel kepada driver ojol tersebut. Driver ojol yang terlihat kurang nyaman sampai harus memundurkan badannya setiap kali perempuan tersebut berusaha untuk mendekatkan payudaranya.

Sebagian pihak mengkritik konten tersebut dan menganggap apa yang dilakukan oleh perempuan dalam video tersebut adalah bentuk pelecehan seksual kepada laki-laki.

Ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Fatahillah Akbar, mengatakan bahwa aksi perempuan dalam video tersebut memang bisa masuk ke dalam kategori kekerasan seksual fisik. Seseorang yang mencoba menempelkan bagian tubuhnya yang berkaitan dengan seksualitas, menurut Akbar perbuatan tersebut masuk dalam Pasal 6a UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

“Hal ini tidak membedakan jenis kelamin, laki-laki maupun perempuan bisa menjadi korban dan melaporkan tindakan tersebut,” kata Muhammad Fatahillah Akbar saat dihubungi, Kamis (2/2).

Adapun ancaman hukuman pidana dalam pasal tersebut yakni hukuman penjara paling lama 4 tahun atau denda sebesar Rp 50 juta. Meski begitu, pasal 6a UU TPKS ini merupakan pasal delik aduan.

“Sehingga laki-laki yang merasa korban perlu melaporkan,” ujarnya.

Selain masuk dalam kategori kekerasan seksual fisik, konten asusila yang dibuat tanpa persetujuan apalagi kemudian diunggah ke media sosial juga bisa dijerat dengan Pasal 14 UU TPKS tersebut tentang Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (KSBE).

“Di pasal itu ancaman hukumannya 4 tahun penjara dan atau denda maksimal Rp 200 juta,” kata Muhammad Fatahillah Akbar.

Sumber: kumparan
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita