GELORA.CO -Ahli Hukum Tata Negara, Refly Harun turut berkomentar terhadap pernyataan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia, Grace Natalie soal potensi demo besar bila Anies Baswedan jadi Presiden.
Grace memprediksi, dua ormas terlarang yakni FPI dan Hizbut Tahrir Indonesia atau HTI akan lakukan demo besar-besaran.
Namun hal itu dibantah oleh Refly Harun yang menyebut bahwa kedua ormas itu justru adalah korban.
"FPI dan HTI itu justru menjadi korban politik otoriter pemerintahan Presiden Jokowi," kata Refly, dalam tayangan video di kanal YouTube miliknya, dikutip Kamis (9/2/2023).
"Tidak ada kesalahan apa-apa kok dibubarkan. Tapi, kelompoknya Grace mengatakan itu sebagai tindakan yang tepat," cetusnya.
Menurut Refly, jika Grace tak suka terhadap kelompok Islam, maka sebaiknya tidak melakukan generalisir.
"Kalau orang seperti Grace misalnya tidak begitu suka dengan kelompok Islam, ya jangan menyamakan orang yang katakanlah dekat dengan kalanga Islam itu sebagai orang yang radikal," katanya.
"Kalau Indonesia ini radikal, maka sudah lama dideklarasikan sebagai Negara Islam. Karena 80 persen kita Islam. Tetapi mayoritas masyarakat Indonesia ini sangat moderat," paparnya.
Maka menurut Refly, tidak bijak sana jika HTI dan FPI dianggap radikal hingga dibubarkan tanpa proses peradilan hukum yang jelas.
"Bagaimana mungkin? Saya selalu akan mebela yang dihukum tidak dengan due process of law apapun aliran politiknya," jelasnya,
Sebaliknya, kata Refly, kita juga tidak boleh kita menghukum orang yang tidak punya kesalahan walaupun aliran pilitiknya tidak kita setujui.
"Jangan lupa, selain HTI dan FPI ada juga kelompok kiri yang sangat radikal. Kalau mereka dihukum tidak melalui due process of law ya tetap kita harus protes juga," lanjutnya.
Sumber: suara