Perjanjian Utang Anies Belum Tentu Pemufakatan Jahat, Bisa saja Partisipasi Menumbangkan Penista Agama

Perjanjian Utang Anies Belum Tentu Pemufakatan Jahat, Bisa saja Partisipasi Menumbangkan Penista Agama

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Pengamat sosial dan politik Tatok Sugiarto tidak setuju dengan pendapat Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah bahwa perjanjian utang antara Anies Baswedan dan Sandiaga Uno merupakan pemufakatan jahat.

Menurut Tatok, perjanjian utang Anies Baswedan ketika Pilkada DKI Jakarta 2017 belum tentu pemufakatan jahat, karena bisa jadi merupakan sumbangan murni untuk menumbangkan penista agama.

Sehingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih baik mengusut kasus yang pasti.

"Belum tentu Permukatan jahat bang, bisa saja itu memang sumbangan murni, sebagai bentuk partisipasi menumbangkan penista Agama, lebih baik KPK mengusut yang sdh jelas korupsi," ucapnya dikutip NewsWorthy dari Twitter @QianzyZ, Rabu (15/2).

Sebelumnya, Fahri Hamzah menilai bahwa perjanjian utang-piutang antara Anies Baswedan dengan Sandiaga Uno di Pilkada DKI Jakarta 2017 tidak seharusnya terjadi. Menurut dia, perjanjian utang semacam itu bisa menimbulkan permufakatan jahat.

"Ya memang perjanjian semacam itu tidak boleh ada. Dan kita harus komit supaya perjanjian hutang piutang antara politisi di belakang layar itu harus ditiadakan, karena itu bisa disebut sebagai permufakatan jahat," kata Fahri dikutip dari Suara.com, Selasa (14/2/2023).

Dia mengatakan, jika ada perjanjian di balik proses Pemilu yang mana pihak dipinjamkan uang menang dan dianggap lunas, maka itu ada niat untuk menggunakan kekuasaan.

"Karena kan niatnya mau menggunakan kekuasaan untuk tujuan yang tidak ada dalam peraturan dan tujuan penyelenggaraan kekuasaan itu sendiri. Maka itu tidak boleh ada," ujarnya.

Tak sampai di situ, Fahri menyarankan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk turun tangan jika ada perjanjian utang piutang seperti itu.

"Itu harusnya warning ya, KPK harusnya mengincar itu kalau ada orang bikin perjanjian dengan pengusaha, orang kaya, duit dan sebagainya ditangkap itu harusnya. Tidak boleh ada itu," tuturnya.

Ia mencontohkan soal unsur korupsi dari utang piutang tersebut.

"Kalau anda misalnya pinjam uang dengan mengatakan nanti kalau kita menang nggak usah dilunasi, oke. Uangnya hilang nggak? Kan nggak hilang uangnya, uang Rp50 miliar itu kan tetap uang, kan harus tetap dikompensasi, dari apa? dari kekuasaan," tuturnya.

"Lah itu masalahnya. Jadi ya tolonglah, ini saya tidak kritik orang, tidak bermaksud dengan orang, tapi cukuplah perjanjian-perjanjian seperti ini," sambungnya.

Sumber: newsworthy
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita