GELORA.CO - Pasca divestasi 51,2 persen saham, Presiden Jokowi mewanti-wanti publik agar tak lagi menganggap PT Freeport Indonesia (Freeport/PTFI) milik AS. Tapi milik Indonesia. Justru ini memalukan karena operasional Freeport masih saja merusak lingkungan, mengancam nyawa penduduk setempat.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), NGO yang concern terhadap insutri tambang dan lingkungan itu, menyatakan, operasional Freeport yang lebih setengah abad di tanah Papua, menimbulkan derita berkepanjangan bagi warga dan lingkungan hidup. “Gunung dibabat, tanah rakyat dan adat dirampas dan dilubangi, sungai sebagai ruang hidup warga asli Papua, khususnya suku Kamoro dan Suku Sempan, tercemar jutaan ton limbah beracun setiap hari,” terang M Jamil, Kepala Divisi Hukum Jatam kepada Inilah.com, Jakarta, Kamis (2/2/2023).
Selain tercemar, sungai-sungai yang esensial bagi transportasi dan sumber hidup warga mengalami pendangkalan, hingga sebagian pemukiman (kampung) penduduk terisolir. Lebih dari 300 juta ton limbah tailing yang dibuang ke laut, diduga sebagai pemicu munculnya wabah penyakit kulit bagi warga, sebagaimana dialami warga kampung Otakwa (Ohotya).
Ironisnya, kejahatan lingkungan dan kemanusiaan itu diabaikan hingga saat ini. Pemerintah dan Freeport hanya peduli soal saham dan cuan, memastikan pendapatan negara terus mengalir, tak terganggu. Pihak Freeport tampak tidak mau bertanggungjawab, lalu berdalih menggunakan peta wilayah konsesinya sebagai dasar pemberian kompensasi terhadap warga terdampak, enggan bertanggungjawab atas segala daya rusak yang dialami warga Suku Sempan, Amungme, Kamoro, terutama warga yang tersebar di 23 kampung di Distrik Jita, Distrik Agimuga, dan Distrik Mimika Timur Jauh.
Jamil, Kepala Divisi Hukum JATAM berpandangan, akuisisi saham Freeport sebesar 51% tak berdampak pada menguatnya kedaulatan pemerintah Indonesia untuk mengatur Freeport agar taat dan patuh pada hukum dan peraturan yang berlaku.
“Sedang berlangsung pagelaran pelanggaran hukum yang dilakukan secara bersama oleh korporasi dan negara dengan melakukan pembiaran atas praktik kejahatan tanpa adanya penegakan hukum. Hal ini jelas menunjukkan pembangkangan oleh korporasi–negara secara terang-terangan terhadap konstitusi UUD 1945,’ tegas Jamil.
Menurut Jamil, pembiaran atas seluruh tindak kejahatan itu tidaklah mengherankan, sebab, pemerintah Indonesia telah berkali-kali kehilangan akal sehat dan tunduk pada Freeport.
Sumber: inilah