GELORA.CO - Baru-baru ini kabar tidak mengenakan ditujukan kepada mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Rashid Baswedan. Anies dikatakan memiliki hutang 50 Miliar kepada mantan rekannya Sandiaga Uno.
Uang Rp50 Miliar yang kini disebut sebagai hutang dari Anies tersebut merupakan dana di belakang layar untuk modal kampanye Anies Baswedan dan Sandiaga Uno pada Pilgub DKI Jakarta 2017 lalu.
Namun, Anies Baswedan telah membantah soal utang 50 Milyar tersebut. Menurutnya uang tersebut merupakan dukungan dengan janji politik tertentu.
Uang 50 Milyar dengan janji politik tersebut menurut Anies adalah, jika Pilkada DKI Jakarta saat itu berhasil membawa seorang Anies Baswedan dan Sandiaga Uno menjadi gubernur dan wakil gubernur maka pinjaman dianggap lunas dan selesai. Namun, jika pasangan Anies-Sandiaga kalah, maka pinjaman harus dibayarkan atau dilunasi.
Lebih lanjut Anies mengatakan, bahwa uang 50 Milyar tersebut bukan milik Sandiaga Uno, melainkan dari pihak ketiga melalui Sandiaga Uno dan dia yang menandatangani surat perjanjian itu.
"Jadi itu dukungan, siapa penjaminnya? Penjaminnya Pak Sandi. Jadi uangnya bukan dari Pak Sandi. Itu ada pihak ketiga yang mendukung, kemudian saya yang menyatakan, ada suratnya, surat pernyataan utang saya yang tanda tangan.
Di dalam surat itu disampaikan apabila Pilkada kalah, maka saya berjanji, saya dan Pak Sandiaga Uno berjanji mengembalikan. Saya dan Pak Sandi, yang tanda tangan saya. Apabila kami menang Pilkada, maka ini dinyatakan sebagai bukan utang dan tidak perlu, artinya selesai lah kira-kira," papar Anies Baswedan saat diundang ke podcast milik Merry Riana.
Menanggapi Klarifikasi Anies tersebut, Fahri Hamzah memberi sentilan keras. Menurut Fahri Hamzah tindakan itu merupakan korupsi yang nyata.
Apalagi dianggap lunas setelah berkuasa. Karena hal tersebut bisa mengarah pada bentuk kerja sama yang tidak sehat dari pemerintah yang mana Anies sebagai Gubernur dan pihak ketiga yang memberikan pinjaman dana kampanye tersebut.
"Pinjam meminjam uang di belakang layar dengan janji lunas setelah berkuasa adalah bentuk perencanaan korupsi yang sangat kasat mata, praktek ini harus kita hentikan kalau kita ingin Indonesia bebas dari korupsi, #StopBiayaPolitikIlegal," tulis Fahri Hamzah melalui akun Twitternya dikutip denpasar.suara.com, Senin, (13/2/2023).
"Kalau jadi kandidat dan ternyata juga disuruh menanggung biaya pemilu dan kampanye, ya mendingan tidak maju. Kita jangan pernah merasa seolah saking bangsa ini memerlukan kita lalu kita merusak prinsip kita demi tujuan itu. Bangsa ini tidak membutuhkan kita dengan cara itu," tegasnya kembali.
Namun demikian, Fahri Hamzah mengatakan dia tidak sedang membicarakan siapa-siapa. Yang dibicarakan adalah sistem pembiayaan kampanye dan pemilu yang harus dibersihkan dari peluang masuknya dana-dana haram dan ilegal.
Sumber: suara