GELORA.CO - Deputi Analisa Data dan Informasi Balitbang DPP Partai Demokrat, Syahrial Nasution merespons Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang menyebut SBY tidak paham sejarah soal sistem proporsional tertutup.
Syahrial mengatakan Hasto sedang berhalusinasi ketika menyebut SBY tidak mengerti sejarah terkait polemik sistem pemilu legislatif proporsional terbuka dan tertutup.
Dia menjelaskan, saat SBY menjabat sebagai presiden tahun 2008, salah satu yang mengajukan judicial review ke MK soal sistem pemilu adalah caleg PDIP dari Jawa Timur, M. soleh.
"Memang sangat jauh kelas dan kualitas antara Pak SBY dan Hasto dalam menyikapi keadaan dan situasi negara soal berdemokrasi. Sehingga argumentasi yang dibangun Hasto tidak mampu menyentuh prinsip dan substansi," kata Syahrial dalam keterangannya, Senin (20/2).
Persoalan Judicial Review di MK yang terjadi saat ini, menurut Syahrial bukan perang kepentingan antara Demokrat dengan PDIP, melainkan persoalan bangsa yang harus disikapi secara hati-hati.
"Dari sembilan fraksi yang ada di DPR RI, hanya Fraksi PDIP yang ngotot dengan sistem Pemilu Proporsional Tertutup. Fraksi Golkar, NasDem, PKS, PAN, PPP, PKB, Demokrat dan Gerindra, semuanya menolak sistem Pemilu Proporsional Tertutup," tegas dia.
Lebih lanjut, Syahrial menilai PDIP menginginkan rakyat tidak dilibatkan dalam proses demokrasi partisipatif. Dia menegaskan PDIP ingin mengembalikan sejarah sistem Orde Baru kembali diadopsi.
"Maksudnya apa? Desain skenario dan strategi apa yang ingin dicapai? Rakyat berhak tahu dan diberi tahu. Jadi, pandangan Pak SBY hendak mewakili kegelisahan rakyat Indonesia. Bukan semata-mata untuk kepentingan Partai Demokrat,"
- Syahrial.
Sebelumnya, SBY mempertanyakan mengapa ada pihak yang ingin mengubah sistem Pemilu padahal tahapan Pemilu 2024 sudah berjalan. Dia mengingatkan jangan karena sedang berkuasa lalu ubah sistem Pemilu.
"Apakah saat ini, ketika proses Pemilu telah berlangsung, ada sebuah kegentingan di negara kita, seperti situasi krisis tahun 1998 dulu misalnya, sehingga sistem pemilu mesti diganti di tengah jalan," kata SBY. Sabtu (18/2).
Pakar hukum tata negara Denny Indrayana, mengingatkan jangan sampai perubahan sistem pemilu diarahkan untuk menunda Pemilu.
"Jangan sampai perubahan sistem pemilu menjadi pintu masuk alias alasan untuk menunda pemilu karena KPU dianggap perlu waktu untuk mengaplikasikan sistem pemilu yang berubah tersebut," kata Denny dalam keterangannya, Minggu (19/2).
Sumber: kumparan