GELORA.CO - Kedatangan Menteri Sosial (Mensos), Tri Rismaharini, ke Balai Wyata Guna Bandung, Selasa (21/2), diiringi adu mulut hingga aksi sujud ke salah satu pengajar SLB Negeri A Pajajaran.
Kedatangan mantan Walikota Surabaya itu ke Bandung adalah sebenarnya untuk menghadiri acara pemberian bantuan sosial dari Kementerian Sosial (Kemensos) kepada penerima manfaat.
Bahkan, Risma sempat sarapan di Kafe More dan melihat koleksi tanaman hias yang dikelola oleh penyandang disabilitas.
Namun setelah itu, Risma bersama jajarannya dihampiri oleh staf pengajar termasuk kepala sekolah SLB tersebut. Saat itu, Risma menawarkan perbaikan bangunan yang telah rusak.
"Mau diperbaiki, nanti pas perbaikan tolong diamankan, soalnya banyak yang tunanetra," ucap Risma, dikutip Kantor Berita RMOLJabar.
Saat berbincang dengan kepala sekolah, Risma masih terlihat santai dan tenang. Namun, suasana berubah ketika ada salah seorang staf pengajar yang menanyakan hibah lahan yang dijanjikan Risma.
"Terkait itu, waktu itu ibu pernah janji menghibahkan ini," ucap salah satu pengajar SLB bernama Tri.
"Pak ini susah, karena tanahnya ini ada di tengah gini, saya enggak bisa. Masalahnya apa? Sama-sama negaranya, makanya tadi yang penting saya bisa perbaiki, ini kafe juga kami bangun untuk disabilitas," jawab Risma.
Suasana menjadi panas ketika ketika staf pengajar lain berbisik kepada Tri, yang merupakan penyandang tunanetra. Ini membuat emosi Risma tersulut.
"Tolong Pak jangan bisik-bisik, ngomong saja langsung ke saya," ucapnya.
"Kami tidak bisa membangun bu," jawab pengajar.
"Kami bangunkan, apa masalahnya? Tolong jangan gitu, Bapak ngomong saja ke saya, Bapak jangan gitu, saya paling benci, ngomong ke saya," timpal Risma.
"Saya tambahkan (ruang kelas), ini dibangun sebelum saya. Ini dibangun untuk anak-anak disabilitas (keberadaan kafe dan tempat untuk lapangan kerja), bukan untuk saya," imbuhnya.
Adu mulut itu seakan tak berujung, tetapi akhirnya Risma meminta pihak sekolah tidak hanya memikirkan lahan hibah. Melainkan, memikirkan pekerjaan yang akan dijalani para siswa disabilitas setelah lulus.
Namun, pernyataan itu disanggah oleh staf pengajar. "Kami pikirkan anak-anak,” ucap pengajar.
"Sama," kata Risma dengan nada rendah.
Tiba-tiba, seorang pengajar perempuan yang juga penyandang tunanetra berbicara dari belakang kerumunan, bahwa perjuangan yang dilakukan bukan untuk kepentingan mereka.
“Kami juga bukan untuk kepentingan pribadi bu,” ucap pengajar perempuan itu.
“Makanya bu, kata saya kita berbagi,” jawab Risma.
“Tapi tolong direalisasikan,” timpal pengajar itu.
Lelah terus didesak, Mensos Risma seketika langsung sujud di kaki pengajar perempuan itu.
“Saya sujud ya bu,” ujar Risma.
Setelah itu, Risma pun langsung dibangkitkan oleh Staf Kemensos yang mendampinginya, sementara pengajar perempuan itu terus berbicara.
“Jangan begitu bu,” kata pengajar itu.
“Bukan seperti ini maksudnya,” tambah pengajar itu sambil menangis.
“Ibu dengerin, tadi saya bilang ini saya disaksikan gusti Allah,” tutur Risma.
Suasana semakin tak kondusif dan para pengajar tersebut terus membahas soal hibah lahan.
Risma pun meminta kepala sekolah untuk ikut menjelaskan dan menenangkan suasana, tetapi pengajar lain tak fokus dan terus menuntut kepada Risma.
“Bu Menteri sama-sama melayani masyarakat, begitupun saya sebagai kepala sekolah,” ucap kepala sekolah.
Melihat suasana yang semakin tak kondusif, Risma meminta pengajar perempuan itu untuk menenangkan diri.
“Bu saya sujud loh bu, ibu mau saya sujud lagi? Saya enggak masalah bu,” ujar Risma.
Risma menjelaskan, bahwa dirinya tak bisa mengabulkan hibah lahan yang dimaksud karena memikirkan masa depan anak-anak disabilitas pascalulus dari sekolah.
Kehadiran Cafe More dan kios-kios di lingkungan Wyataguna pun diharapkan bisa membuat penyandang disabilitas menjadi mandiri.
“Pak dengerin saya, anak-anak ini untuk dapat pekerjaan, supaya setelah bisa bekerja sendiri, bukan untuk kepentingan Kemensos. Coba Pak lihat itu yang kerja semua anak-anak disabilitas, mereka bisa sekolah tetapi kalau enggak bekerja gimana,” jelas Risma.
Pengajar perempuan itu pun kembali menimpali pernyataan Risma.
“Tetapi pendidikan yang diutamakan bu,” tambah pengajar itu.
Tak kunjung menemukan titik temu dari perdebatan tersebut, Risma pun akhirnya memilih masuk ke Aula Wyata Guna untuk menghadiri acara pemberian bantuan.
Sumber: RMOL