GELORA.CO -Tuntutan yang dijatuhkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Richard Eliezer Pudihang Lumiu menuai kecaman publik. Walau direkomendasikan menjadi justice collaborator (JC), Eliezer rupanya mendapat tuntutan 12 tahun penjara.
Besarnya tuntutan ini dinilai tidak sebanding dengan terdakwa lain seperti Putri Candrawathi yang hanya dituntut 8 tahun penjara.
Namun menariknya, Kejaksaan Agung ternyata tidak menganggap Eliezer sebagai pengungkap fakta. Diwakili oleh Kapuspenkum Kejagung I Ketut Sumedana, jaksa mengklaim telah mempertimbangkan status JC Eliezer sebagaimana direkomendasikan LPSK.
"Sehingga terdakwa mendapat tuntutan jauh lebih ringan dari terdakwa Ferdy Sambo sebagai pelaku intelektual. Terdakwa Eliezer adalah bawahan yang taat kepada atasan untuk melaksanakan perintah yang salah dan menjadi eksekutor untuk pembunuhan berencana yang dimaksud, sehingga pembunuhan berencana tersebut terlaksana dengan sempurna," jelas Ketut.
"Kemudian Deliktum yang dilakukan oleh terdakwa Eliezer sebagai eksekutor, yakni pelaku utama, bukanlah sebagai penguak fakta hukum. Jadi dia bukan pengungkap fakta hukum yang pertama, justru keluarga korban yang menjadi bahan pertimbangan. Berarti beliau sebagai pelaku utama sehingga tidak dapat dipertimbangkan sebagai yang harus mendapatkan justice collaborator," sambungnya.
Pernyataan inilah yang dipermasalahkan oleh pengacara Eliezer, Ronny Talapessy. Ronny tak menampik bahwa keluarga korban memang yang pertama menyadari ada kejanggalan, tetapi fakta-fakta lain termasuk skenario Ferdy Sambo dinilai terbongkar akibat pengakuan Eliezer.
"Berdasarkan keberanian dari seorang bharada, yang dia mempertaruhkan segalanya dan dia berkata jujur, akhirnya terbukalah kasus ini, skenario palsunya terbongkar. Dia juga dalam persidangan kooperatif," jelas Ronny.
"Faktanya adalah pengakuan Richard Eliezer ini yang membuka apa yang terjadi," sambungnya, seperti dikutip dari program Dua Sisi di kanal YouTube tvOneNews, Jumat (20/1/2023).
Pengacara keluarga Nofriansyah Yosua Hutabarat, Martin Lukas Simanjuntak, juga menyampaikan pendapat serupa. Martin tidak menampik bahwa kliennya memang yang pertama kali menyadari kejanggalan pada kematian Yosua.
Setelah itu Eliezer dijadikan tersangka dan masih sempat mempertahankan skenario Sambo. Namun lambat laun Eliezer mulai bersikap kooperatif, terutama setelah tidak lagi diwakili kuasa hukum yang disediakan Sambo.
"Itu tanggal 5 Agustus, Richard saat itu mengajukan menjadi JC dan disetujui dan dia membantu kami untuk mengungkap fakta yang sebenarnya," ujar Martin.
"Kesaksian Richard mematahkan bahwa itu tembak-menembak, Ferdy Sambo ikut menembak di bagian kepala, skenario pembunuhan di jalan Saguling, lalu tidak ada pemerkosaan, dan tidak ada Yosua membopong Putri pada saat tanggal 4 Juli," lanjutnya.
Martin membenarkan klien-kliennya yang pertama kali membuka mata publik akan kejanggalan kematian Yosua, tetapi fakta keterlibatan Sambo dan sejumlah pihak lain tidak akan terungkap tanpa campur tangan Eliezer.
Sumber: suara