GELORA.CO -Pidato Megawati Soekarnoputri di acara HUT PDIP pada Selasa (10/1/2023) lalu banyak dinilai terlalu menyerang Presiden Joko Widodo. Namun, Pengamat Politik Universitas Airlangga Surabaya, Haryadi, menilainya berbeda.
Haryadi menyebut bahwa Ketua Umum PDIP tersebut tidak mengerdilkan posisi Jokowi sebagai presiden lantaran Megawati menyampaikannya dalam acara internal partai.
"Harus dipahami bahwa memang acara itu dimaksudkan sebagai perayaan di dalam keluarga besar dan masyarakat biasa. Sebab sejak awal didesain merupakan acara internal partai," kata Haryadi dalam keterangan yang diterima di Surabaya, Jumat.
Menurut dia, yang paling banyak diundang hadir adalah level Akar Rumput yaitu pengurus ranting partai dan Satgas Cakra Buana. Karena itu, pimpinan partai politik lain yang merupakan level elite memang tak diundang. Bahkan level menteri di kabinet Presiden Joko Widodo tak semuanya diundang.
"Layaknya dalam keluarga, bisa lebih terbuka dalam berbicara. Pesan sebagai keluarga besar adalah ciri khas Bu Mega untuk membangun internal political market dan militansi para kader. PDIP termasuk salah satu partai yang dengan political ID atau identitas politik yang paling kuat. Itu berkat kekuatan mesin politik internal yang dibangun Bu Mega selama bertahun-tahun," ucap dia.
Cara berpolitik demikian sudah terbukti membuahkan hasil. Haryadi menjelaskan faktor yang membuat PDIP berhasil di Pemilu 1999. Selanjutnya, Pemilu 2004 dan 2009, PDIP gagal bahkan terlempar keluar dari kekuasaan. Berikutnya lagi, pada Pemilu 2014 dan 2019, PDIP merebut kembali kekuasaan.
Kemenangan Pileg dan sekaligus Pilpres pada tahun 2014 dan 2019 itu, merupakan rekor baru dalam politik kepemiluan di Indonesia. Faktor penentu kemenangan dua kali berturutan itu adalah karena PDIP beruntung memiliki dua figur role model sekaligus, yaitu Megawati dan Jokowi.
"Kekuatan dua figur ini menjadi perekat identitas partai yang begitu kuat. Sekaligus menjadi penentu kemenangan PDI Perjuangan secara berturutan. Betapa pun potensi kekuatannya secara kelembagaan diperlemah oleh pemberlakuan sistem Pemilu proporsional terbuka," ujar Haryadi.
Nah, sebenarnya jika kita bisa menelaah lebih dalam, sesungguhnya bukti di atas menguatkan betapa penting posisi Jokowi dalam point of view Megawati selaku Ketua Umum PDIP, tanpa melupakan kejelian Mega sebagai leader maker dan jiwanya sebagai seorang negarawan.
"Bu Mega menempatkan Presiden Jokowi di tempat tertinggi partai dalam kesatuan gerak dalam memikirkan dan memperjuangkan nasib rakyat. Tak ada subordinasi. Dan sama seperti tubuh, kepala tak lebih penting dari tangan atau kuku sekalipun. Tak ada keindahan organ tubuh, jika hanya ada kepala tanpa tangan dan kuku," katanya.
"Bu Mega jelas ingin mengatakan bahwa akar rumput partai dan masyarakat sama pentingnya dengan dirinya maupun dengan Presiden Jokowi dalam kesatuan tubuh bernama Indonesia," ujar dia.Maka, lanjut dia, bijak memaknai agar kepentingan yang terbungkus dalam falsifikasi pemaknaan dalam komunikasi politik tidak mendapatkan tempat dalam upaya memecah PDI Perjuangan dan Presiden Jokowi.
Haryadi menyarankan agar semua pihak pihak meletakkan tiap kalimat dalam konteksnya.
"Jangan memenggal tanpa konteks. Kecuali pemenggalan itu sengaja dilakukan untuk motif dan kepentingan politik nakal," ucapnya.
Sumber: suara