GELORA.CO -Ada beberapa argumentasi strategis yang menjadi kesimpulan bahwa wacana tentang sistem pemilu proporsional tertutup yang muncul akhir-akhir ini bisa dikatakan bentuk kemunduran demokrasi Indonesia.
Setidaknya ada 3 substansi yang menjadi alasan tidak perlu diberlakukan sistem proporsional tertutup. Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Arus Survei Indonesia (ASI), Ali Rif'an, Minggu malam (8/1).
Menurut Ali Rif'an, catatan pertama, sistem yang hari ini dijadikan materi gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengarah kepada oligarki. Sebab, nantinya praktik politiknya akan sentralistik dan penentunya adalah partai semata.
Yang kedua, kata Ali, sistem proporsional tertutup akan menghalangi partai baru dan caleg baru. Bahkan, akan sangat menguntungkan bagi partai papan atas dan caleg petahana.
"Yang jadi korban caleg baru dan partai baru termausk partai kelas menengah bahkan," demikian Ali Rif'an mengatakan kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (9//1).
Catatan ketiga, berdasarkan riset yang kerap ia lakukan dari Pemilu ke Pemilu, pilihan berbasis partai hanya didadapatkan data 11 persen. Sementara itu, yang ditemukan di lapangan jika dipotret dari sisi figur angkanya menyentuh di atas 30 persen.
Artinya, kata mahasiswa Doktoral Politik Universitas Indonesia ini, selama ini kedekatan partai rendah. Jika sistem proporsional tertutup berlaku yang paling diuntungkan partai pemenang yaitu PDIP.
Padahal dikatakan Ali Rif'an, dalam sistem pemilu elektoral yang telah berlangsung dari beberapa periode, kerja politik yang dilakukan berbasis mesin politik para caleg.
"Hasil survei itu konteksnya partai meleset, tidak bisa merekam para caleg," demikian Ali Rif'an menekankan.
Sumber: RMOL