Mahfud MD Sebut Peristiwa 1965 Bukan Untuk Bangkitkan Komunisme

Mahfud MD Sebut Peristiwa 1965 Bukan Untuk Bangkitkan Komunisme

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan bahwa peristiwa pembantaian 1965-1966 bukan untuk menghidupkan komunisme. Sebab menurut Mahfud, keluarga PKI juga ikut menjadi korban pada pembantaian tersebut.

"Masalah peristiwa 65 ada yang menuding itu untuk menghidupkan kembali komunisme dan sebagainya itu tidak benar," kata Mahfud di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (11/1/2023).

Bukan hanya keluarga PKI, Mahfud menyebut korban dari peristiwa pembantaian 1965 itu beragam. Menurutnya ada ulama hingga tentara ikut menjadi korban.

"Tetapi juga direkomendasikan korban kejahatan yang muncul di saat itu termasuk para ulama dan keturunannya," ucapnya.

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut menerangkan kalau seluruh korban dan keluarga pada pembantaian 1965 akan diberikan bantuan dari pemerintah.

"Semua itu akan diberi santunan, rehabilitasi," tuturnya.

Sebelumnya, Jokowi mengakui sejumlah peristiwa pelanggaran HAM berat yang pernah terjadi di Indonesia. Jokowi mengatakan kalau pihaknya menaruh simpati serta empati yang mendalam kepada para korban dan keluarga korban.

"Saya menaruh simpati dan empati yang mendalam kepada para korban dan keluarga korban," kata Jokowi dalam keterangan pers di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (11/1/2023).

Jokowi mengaku berusaha untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana.

"Saya dan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana tanpa menigasikan penyelesaian yudisial," tuturnya.

Lalu yang kedua, Jokowi dan pemerintah berupaya agar pelanggaran HAM berat tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang. Kepala Negara juga telah meminta Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD untuk mengawal upaya-upaya konkret pemerintah agar dua hal tersebut bisa terlaksana dengan baik.

"Semoga upaya ini menjadi langkah yang berarti bagi pemulihan luka sesama anak bangsa guna memperkuat kerukunan nasional kita dalam negara kesatuan Republik Indonesia," tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, Jokowi menyebut peristiwa HAM berat yang diakuinya. Peristiwa HAM berat yang dimaksud ialah:

1. Peristiwa 1965-1966,
2. Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985,
3. Peristiwa Talangsari, Lampung 1989,
4. Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989,
5. Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998,
6. Peristiwa Kerusuhan Mei 1998,
7. Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999,
8. Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999,
9. Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999,
10. Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002,
11. Peristiwa Wamena, Papua 2003, dan
12. Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.

Sumber: suara
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita