Jaksa Bongkar Skenario Putri Candrawathi: Sengaja Tak Visum Tutupi Kebohongan Pelecehan Sek*ual

Jaksa Bongkar Skenario Putri Candrawathi: Sengaja Tak Visum Tutupi Kebohongan Pelecehan Sek*ual

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO -Jaksa penuntut umum (JPU) menilai Putri Candrawathi sengaja tak melakukan visum et repertum guna menutupi kebohongan adanya pelecehan seksual di kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Hal itu disampaikan jaksa sebagai tanggapan atas pembelaan atau pleidoi Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (30/1/2023).

Awalnya, jaksa menyebut tim hukum Putri Candrawathi yang menggunakan keterangan dari ahli psikologi forensik Reni Kusumawardani dan Nathanael Johanes Sumampouw sebagai dasar kliennya tidak melalukan visum tidaklah relevan.

"Tim penasihat hukum (Putri) menggunakan alat bukti keterangan ahli psikologi forensik yang menggambarkan Putri Candrawathi sebagai orang yang mengalami depresi atau trauma kekerasan seksual adalah tidak relevan karena alat bukti tersebut sebagai circumtance evidence atau alat bukti tidak langsung," tutur jaksa.


Sebab, kedua ahli itu mengatakan bila hasil analisa psikologi forensik memiliki deviasi dan hasil psikologi forensik tidak bisa seratus persen menjamin kebenaran hasil dengan fakta yang sebenarnya.

"Hasil analisa psikologi forensik memiliki deviasi dan hasil psikologi forensik tidak bisa 100 persen menjamin kebenaran hasil dengan fakta yang sebenarnya," kata jaksa.


Jaksa pun mengungkapkan keterangan dari ahli kriminologi Profesor Muhammad Mustofa yang menyebut proses pembuktian ada tidaknya perbuatan pelecehan seksual harus berdasarkan bukti ilmiah. Misalnya, pemeriksaan forensik seperti jejak DNA berupa visum et repertum.


“Tapi pemeriksaan itu tidak dilakukan Putri Candrawathi karena berusaha menutupi dan mempertahankan ketidakjujurannya yang didukung oleh tim penasihat hukum. Berkenaan dengan hal tersebut, maka dalil-dalil yang dikemukakan oleh penasihat hukum harus dikesampingkan,” ungkap jaksa.

Pleidoi Putri Candrawathi


Dalam pembelannya, Putri bersikeras merupakan korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh Brigadir Yosua. Padahal, kata Putri, Yosua sudah dianggap sebagai bagian keluarga sendiri.

"Saya mengalami kekerasan seksual. Saya dianiaya orang yang sebelumnya selalu Kami perlakukan dengan sangat baik, orang yang kami anggap keluarga," ujar Putri di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (25/1/2023).

Dia merasa kejadian kekerasan seksual itu sangat berat karena bertepatan dengan ulang tahun pernikahannya dengan Ferdy Sambo pada 7 Juli 2023.


"Kejadian sangat pahit yang justru terjadi di hari pernikahan Kami yang ke-22. Di sisi lain, jutaan hinaan, cemooh bahkan penghakiman telah dihujamkan kepada saya," papar dia.

Putri menceritakan dia kerap melihat spanduk-spanduk desakan hukuman berat atas dia saat digiring menggunakan mobil tahanan kejaksaan. Dia merasa insiden kematian Yosua suatu hal yang sama sekali tidak pernah terbayangkan.

"Bahkan, dalam perjalanan setelah persidangan saya melihat dari mobil tahanan banyak spanduk berisi makian dan paksaan agar Majelis Hakim menjatuhkan hukuman-hukuman yang menakutkan," kata Putri.

"Hukuman yang tidak sanggup saya bayangkan. Tidak sedikit pun pernah terpikirkan, peristiwa memalukan ini terjadi merenggut paksa kebahagiaan kami," sambungnya.

Putri menyebut dia kerap merasa sudah tak mampu melanjutkan hidupnya. Meski begitu, ingatan tentang anak-anaknya membuat dia masih terus bertahan hingga saat ini.

"Sering kali, saya merasa tidak sanggup menjalani kehidupan ini lagi. Namun, saya bersyukur, ingatan tentang pelukan, senyum bahkan air mata suami dan anak-anak menolong saya ketika dunia seolah tak lagi menyisakan sedikitpun harapan akan keadilan," ucap Putri.

Sumber: suara
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita