GELORA.CO - Ahli hukum tata negara Refly Harun mengungkapkan satu-satunya pasal yang bisa menjerat budayawan Emha Ainun Najib alias Cak Nun buntut dari menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai Firaun.
Pasal yang bisa dikenakan untuk Cak Nun bukan penghinaan terhadap Presiden, karena dalam konteks KUHP lama yang masih berlaku sudah dihapuskan Mahkamah Konstitusi (MK), ujaran kebencian pun tidak bisa masuk.
Pada mulanya, Refly Harun menyebut ucapan Cak Nun bahwa Jokowi merupakan Firaun merupakan bentuk kekhawatiran sebagai bangsa Indonesia terhadap pemerintahan.
"Dan melihat fenomena Presiden Jokowi Adalah fenomena yang mengkhawatirkan, walaupun dalam perspektif yang lainnya nggak," ucapnya dikutip NewsWorthy dari YouTube Refly Harun, Rabu (18/1).
Meskipun Ali Mochtar Ngabalin, Guntur Romli, dan Denny Siregar tidak sepandangan dengan Cak Nun, namun tidak ada yang ingin memenjarakan buntut dari sebutan Jokowi Firaun.
"Ngabalin nggak bilang begitu, Guntur Romli nggak begitu, kemudian Denny Siregar bahkan juga bilang nggak begitu ketawain aja, jadi tidak ada keinginan untuk memenjarakan itu baik menurut saya, itu pertama," ungkapnya.
Selanjutnya, Cak Nun tidak bisa dikenakan pasal penyebaran berita bohong karena ucapannya merupakan pendapat, dan ujaran kebencian karena Jokowi tidak masuk dalam isu SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan).
"Yang kedua, jangan terlalu mudah menerapkan pasal-pasal yang itu itu saja, yaitu satu pasal menyebarkan kebohongan, kok pendapat kok tiba-tiba dianggap menyebarkan kebohongan," bebernya.
"Kedua jangan mudah juga pasal ujaran kebencian, sekali lagi Presiden Jokowi itu bukan suku agama ras dan antar golongan, nah satu-satunya pintu masuk untuk mempermasalahkan ini adalah penghinaan terhadap pejabat publik," imbuhnya.
Namun ada satu pasal yang bisa diterapkan untuk mempermasalahkan pernyataan Cak Nun, yaitu penghinaan terhadap pejabat publik, namun Jokowi harus melaporkan secara langsung.
"Karena penghinaan terhadap presiden dalam konteks KUHP lama yang masih berlaku, itu sudah dihapuskan oleh Mahkamah Konstitusi, dan penghinaan terhadap Pejabat itu berlaku sebagai delik aduan bukan delik umum," jelasnya.
"Karena delik aduan ya presiden Jokowi-nya yang harus melaporkan, tapi masa sih yang begitu saja dilaporkan," tandas Refly Harun.
Sumber: newsworthy