GELORA.CO - Di tepi Sungai Mekong, Vietnam, ada perkampungan Muslim bernama Cham Village. Inilah bekas-bekas Kerajaan Champa dimana sebagian Wali Songo berasal dan memiliki keterikatan sejarah. Mereka masih serumpun dengan Aceh lho!
Cham Village ada di wilayah Delta Mekong, tepatnya Chau Doc, Provinsi An Giang, dekat dengan perbatasan Vietnam dan Kamboja. Kampung ini menjadi salah satu lokasi yang banyak dihuni oleh Suku Cham yang beragama Islam sejak zaman Kerajaan Champa masih berkuasa.
Dalam penelusuran sejarah, Kerajaan Champa merupakan keturunan etnis Tionghoa. Pada abad ke 13-14, Bangsa Champa dalam kondisi berperang dengan Khmer dan Viet. Mereka terusir dari Hanoi dan pindah ke delta Sungai Mekong sampai sekarang. Yang menyatukan mereka di Sungai Mekong adalah raja bernama Che Bo Nga yang berkuasa tahun 1360. Che Bo Nga masuk Islam setelah dakwah Sayyid Hussein Jumadil Kubro, pionirnya Wali Songo. Che Bo Nga berganti nama menjadi Sultan Zainal Abidin dan Champa menjadi kerajaan Islam.
Dari sini masuklah periode Wali Songo di abad ke 14-15, dimulai dari menikahnya puteri Raja Champa yang bernama Candra Wulan dengan Ibrahim Zainuddin Al Akbar As Samarqandiy alias Ibrahim Asmoro. Lahirlah Sunan Ampel di Champa. Sementara itu Raja Champa keturunan Chermin yaitu Wan Bo Tri Tri alias Sultan Maulana Sharif Abu Abdullah menikah dengan Nyi Mas Rara Santang puteri Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran di Jawa Barat. Anak mereka kelak menjadi Sunan Gunung Jati.
Ketika Champa digerus habis oleh peperangan dengan bangsa Khmer dan Viet, mereka pun hijrah ke Kelantan dan Aceh. Semua orang Malaysia dengan nama depan Che, Wan, Nik adalah keturunan Champa. Hmmm, menelusuri kebudayaan Muslim di Cham Village memang cukup menarik. Bram Marantika, seorang traveler yang menjadi member d'Traveler, travel bloggernya detikTravel, pernah berkunjung ke sana dan membagikan kisahnya.
"Di Distrik Chau Doc, Provinsinya Giang, ada kampung namanya Cham Village. Kampung Muslim gitu terkenal kerajinan sutra dan banyak keramba. Saya ke sana sekitar tahun 2010," ujar Bram dalam perbincangan melalui telepon dengan detikTravel, Selasa (7/7/2015).
Saat itu Bram berangkat ke Cham Village dari Ho Chi Minh. Ia menyusuri Sungai Mekong selama sekitar 6 jam hingga tiba di Cham Village. Menurut Bram, masyarakat di kampung tersebut tampak mirip dengan orang Indonesia dan budaya Melayu cukup kuat di sana.
"Tampangnya kalau menurut saya kayak orang Indonesia, engga kayak Vietnam. Vietnam kan kayak China, mereka lebih mirip Indonesia-Malaysia. Saya memang enggak sampai terlalu jauh tapi yang saya dengar bahasanya Vietnam, tapi ada yang bisa bahasa Kamboja karena di perbatasan. Ada juga orang yang saya kenal yang bisa bahasa Melayu," ujarnya.
Dari penelusuran detikTravel, Suku Cham masuk dalam rumpun Austronesia. Dalam kajian linguistik, bahasa mereka masuk dalam rumpun Aceh-Chamik Language yang artinya bahasa mereka serumpun dengan bahasa Aceh. Ada beberapa bahasa yang mirip misalnya saja kata 'desa'. Orang Aceh menyebutnya Gampong, orang Cham menyebutnya Kompong.
Selain bahasa, makanan yang ada di Cham Village juga mirip dengan di Indonesia. Makanan pokoknya sama-sama nasi dan diberi lauk pauk seperti telur, ayam, ikan dan lain sebagainya. Banyak juga pedagang yang menjajakan serabi serta pisang goreng.
"Mereka jual serabi, pisang goreng. Jadi waktu itu pagi hari ibu-ibunya kipas-kipas serabi di tungku. Ada roti-roti panjang, bagel. Mereka bilangnya kalau makanan halal itu halan. Selalu bilangnya halan gitu kayak roti atau ayam," tutur Bram.
Tak hanya soal makanan, Bram juga memperhatikan bagaimana pakaian dari masyarakat Muslim Cham. Rata-rata mereka menggunakan pakaian pada umumnya seperti kaos dan celana panjang. Tapi ada juga ibu-ibu yang menggunakan penutup kepala.
"Standar saja, celana kaos tidak terlalu mencolok karena pakaian rata-rata sama. Ada yang pakai sarung juga. Yang ibu-ibunya pakai tutup kepala kayak orang Betawi," jelasnya.
Selama berada di Cham Village, Bram melihat ada sebuah masjid. Di dekat masjid itu ada pula semacam sekolah Islam dan juga makam masyarakat Islam. Nama yang tertera di makam dengan nama-nama Arab, berbeda dengan nama yang biasanya digunakan orang vietnam.
"Di kampungnya saya lihat ada satu masjid, di dekatnya ada sekolah Islam. Di belakangnya ada makam yang nama-namanya Islam kayak Fatimah, nggak Nguyen," kata Bram.
Dari pengalaman Bram selama di Cham Village, kebudayaan Islam memang terasa sekali. Namun memang sekarang di sana tak banyak terdapat informasi mengenai bagaimana penyebaran Islam terdahulu dan siapa saja tokoh yang berpengaruh. Suku Cham banyak yang tinggal di Delta Mekong, dari wilayah Cham Village di Vietnam hingga Provinsi Kompong Cham di Kamboja.
Sumber: dtravel