OLEH: HENRYKUS SIHALOHO
HARI ini Rizal Ramli berulang tahun. Ekonom yang akrab dipanggil RR ini sudah lama mencatatkan namanya dengan tinta emas dalam sejarah Indonesia.
Saat menjadi mahasiswa RR dan teman-temannya memperjuangkan wajib belajar 6 tahun. Agar gaungnya terdengar, RR dan kawan-kawan saat itu mengundang WS Rendra untuk datang ke ITB, yang kemudian menghasilkan puisi terkenal yang berjudul “Sebatang Lisong”.
Tidak cukup sampai di situ, mereka juga mengundang sutradara terkenal Sjuman Jaya, yang memudian melahirkan film “Yang Muda Yang Bercinta.”
Jejak perjuangan RR di atas tidak akan banyak diketahui orang di era sebelumnya. Bahkan di era digital sekarang, tidak banyak juga yang tahu, Undang-Undang 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang ditetapkan pada 25 November 2011 lahir dari proses perjuangan RR bersama aktivis Kesatuan Aksi Jaminan Sosial.
Mereka antara lain menggelar aksi di depan Gedung DPR, Jakarta pada 22 Juli 2011 guna menuntut pengesahan RUU Badan Pengelola Jaminan Sosial. Pengesahan UU ini membuat para pekerja mendapat jaminan kesehatan dan ketenakerjaan seperti yang dimiliki oleh aparatur negara sipil, Polri, dan TNI dan seluruh anggota keluarga yang tertanggung.
Catatan historis lainnya yang dibuang sayang adalah keterlibatan RR dalam melengserkan Soeharto. Guna mengakhiri kekuasaan Soeharto yang telah berjalan 32 tahun, RR memiliki cara yang khas dalam berjuang, yakni dengan melakukan pendekatan kepada 3 tokoh pers terkemuka di Indonesia saat itu, yakni Jacob Oetama (Pemimpin Umum Kompas), Goenawan Mohamad (Pemimpin Redaksi Tempo), dan (Pemimpin Umum Suara Pembaruan). Uniknya, RR malah meminta bantuan adik Soeharto Probosutedjo untuk mendesak kakaknya agar bersedia lengser.
Titipan BK dan TK dan Saran Visioner Guruh dan Guntur
Meski sejak mahasiswa berjuang tanpa kekerasan ala Mahatma Gandhi (ahimsa), namun hingga sekarang RR kerap mendapat kekerasan fisik dan nonfisik, termasuk dari pemerintahan Orde Baru yang memasukkannya ke dalam bui Sukamiskin.
Pengalaman ini bukannya membuatnya menaruh dendam. RR justru bangga lantaran itu membuatnya memiliki “brevet penjara Sukamiskin” yang sama dengan almarhum Taufiq Kiemas (TK).
Rupanya TK pun setali tiga uang dengan RR. TK bersama istrinya Megawati Soekarnoputri tidak pernah tampak berniat membalaskan perlakuan buruk, biadab, dan tidak berperikemanusiaan dari Soeharto dan Orde Baru kepada Bung Karno dan keluarga besarnya.
Padahal, kala menjadi Presiden ke-5, Megawati memiliki peluang untuk menerapkan “mata ganti mata”, termasuk dengan memakai tangan orang lain untuk membalaskan dendamnya.
Mungkin karena memiliki “chemistry” yang sama itulah yang membuat TK menitipkan putrinya Puan Maharani untuk mendapatkan nasihat dan bimbingan (pendampingan dari RR) di kemudian hari.
TK yang meninggal pada 2013 di tanggal kelahiran Soeharto (8 Juni) yang mengenal RR luar dalam ini rupanya bisa membayangkan, dengan menitipkannya kepada RR, putrinya akan memiliki ayah ideologis yang tidak kalah moncer dengan kakek biologis dan ideologisnya Bung Karno, termasuk dalam soal geopolitik.
TK tentu mencatat baik-baik reputasi RR sampai dipercaya menjadi penasihat ekonomi PBB bersama ekonom internasional lainnya seperti peraih Nobel Ekonomi, Amartya Sen dari Universitas Harvard, dua peraih Nobel lainnya, Sir James Mirrlees Alexander dari Inggris dan Rajendra K. Pachuri dari Universitas Yale, Helen Hunt dari UNDP, Francis Stewart dari Universitas Oxford, Gustave Ranis dari Universitas Yale, Patrick Guillaumont dari Prancis, Nora Lustig dari Argentina, dan Buarque dari Brasil.
Bila kita dalami dan melihat dengan mata batin yang jernih, ada titik temu antara titipan TK dengan titipan BK ketika Proklamator ini mengatakan, ”Kutitipkan bangsa dan negeri ini kepadamu.” Dalam konteks kekinian, pemegang mandat titipan ini adalah Megawati Soekarno yang kebetulan adalah anak biologis dan ideologis BK sekaligus istri dan ibu biologis dan ideologis TK dan Puan Maharani.
Dari kacamata batin, Penulis memastikan Megawati sarat pengalaman belajar ideologis dari BK sebagai ayah biologis dan ideologisnya. Sejak terjun ke dunia politik pada 1986 bersama TK yang setia mendampinginya sampai ajal menjemputnya pada 8 Juni 2013 yang lalu, pengalaman belajar Megawati menjadi jauh lebih mumpuni manakala Megawati mengenal secara dekat sejumlah anak ideologis binaan BK.
Tentu, sebagai manusia Megawati tidak luput dari ketidaksempurnaan, termasuk mungkin dalam pemberian mandat yang ia berikan hampir 9 tahun yang lalu dengan mengabaikan sejumlah persyaratan calon Presiden yang dikemukakan oleh adiknya Guruh pada April 2014.
Menurut Guruh, calon Presiden itu seyogianya bukan kaki tangan kapitalis dan bukan pula gubernur setengah jalan, tetapi adalah orang yang punya pengetahuan tentang politik luar negeri, wawasan nasional dan internasional yang luas, dan memegang teguh ajaran (idelologi) BK.
Penulis juga meyakini, sebagai pembelajar yang baik, putri tertua BK ini niscaya mencermati sejumlah masukan, bahkan kritik, dari masa lalu termasuk dari adiknya di atas, dan dari masa kini, termasuk dari kakaknya Guntur Soekarnoputra.
Akhir Agustus 2022 Guntur menyebutkan, calon presiden itu tidak harus dari trah BK, dan tidak perlu memperhatikan jenis kelamin dan keunggulan hasil survei (yang Penulis pastikan banyak di antaranya hasil rekayasa dan pesanan pihak tertentu).
Guntur menegaskan, Presiden yang pantas itu adalah pemimpin yang mendengar suara rakyat sekalipun elektabilitas surveinya rendah.
Mengacu pada titipan BK dan TK, seraya mendengar masukan dari adik dan kakak biologis dan ideologisnya (Guruh dan Guntur), dan sekaligus sebagai silih atas kesalahan di masa lalu, Megawati layak dan pantas memilih RR sebagai calon presiden atau calon wakil presiden mendampingi Puan.
Penulis tidak berani membayangkan, Megawati akan mengabaikan titipan BK dan TK ini dan kembali menampik usulan visioner adik dan kakak biologis dan ideologisnya di atas.
Kita tunggu dengan tetap tekun berdoa sehingga beliau selalu ingat dengan kata-kata BK agar jangan sekali-kali meninggalkan.
(Dosen Universitas Katolik Santo Thomas, Medan)