GELORA.CO - Anggota Komisi I DPR Mayjen TNI Purn TB Hasanuddin mengingatkan Deddy Corbuzier tak bisa main-main dalam menerima jabatan Letnan Kolonel Tituler Angkatan Darat.
Menurutnya setelah ditunjuk sebagai Letkol Tituler, Deddy harus sepenuhnya mengikuti gaya hidup TNI, termasuk tak berpolitik dan berbisnis.
"Perwira pangkat tituler itu sama perlakuannya dengan TNI aktif yang lain. Berlaku UU TNI. Deddy Corbuzier tidak boleh berpolitik praktis dan juga dilarang berbisnis. Kedua, dia harus mengikuti aturan harian yang diterapkan oleh TNI," kata TB Hasanuddin kepada wartawan, Senin (12/12).
"Jadi dia harus masuk ke salah satu unit di struktur TNI. Dan dia berlaku sebagai prajurit TNI yang lain, apel pagi, ikut briefing, bekerja di kantor. Tidak ada perbedaan. Berseragam, begitu," imbuh dia.
Begitu juga, kata politikus PDIP itu, dengan aktivitas hiburan baik tampil di televisi, podcast, dan kegiatan lainnya yang bersifat mengambil keuntungan tak boleh lagi dilakukan Deddy.
"Ya, kalau menurut aturan yang sifatnya bisnis mencari keuntungan, ya, harus dihentikan. Selama itu bisnis dan menghasilkan duit bukan nirlaba dan bukan sosial, dia kena. Enggak boleh. Apalagi kalau sudah mengganggu dinasnya," ujar TB Hasanuddin.
Selanjutnya, Deddy juga terikat hukum militer. Ia tak lagi terikat hukum sipil.
"Tapi, bukan tidak berlaku, KUHP tapi berlaku hukum Undang Pidana militer, KUHPM. Jadi, dia kalau ada masalah berlaku hukum militer pada dia," jelas TB Hasanuddin.
"Nah, itu kewajibannya. Haknya sekarang dia dapat gaji. Dapat uang tunjangan. Dapat uang perawatan. Perawatan itu apa, misalnya pakaian dapat pakaian. Kemudian juga dapat perawatan kesehatan. Dapat asuransi Asabri, dapat," tambah dia.
TB Hasanuddin menegaskan, jabatan Deddy tak bisa disamakan dengan duta. Sebab itu, Deddy harus betul-betul mengemban tugas dan kewajiban TNI sebagai Letkol Tituler.
"Kalau misalnya ada yang bicara misalnya dari jubir Kemenhan. Oh, karena Deddy itu sudah menjadi duta, Komponen Cadangan. Begini, di militer enggak ada istilah duta. Enggak ada [beda dengan pangkat lain]. Hanya gajinya berbeda," tegas dia.
"Di satuan TNI enggak ada istilah duta. Termasuk Komponen Cadangan enggak ada. Kalau mungkin di kegiatan lain duta seni, apalah, enggak tahu lah. Tapi kalau di TNI enggak ada istilah duta. duta Kostrad, Kopassus, atau duta Kodam enggak ada. Tidak ada UU-nya," ujarnya.
Pertanyakan Urgensi Letkol Tituler
TB Hasanuddin mengakui menurut UU, Panglima TNI boleh-boleh saja mengangkat seseorang dan memberi pangkat tituler. Orang tersebut dapat diberikan pangkat perwira atau dari letnan dua sampai jenderal.
Namun, ia mempertanyakan urgensi Menhan Prabowo Subianto menunjuk Deddy Corbuzier sebagai Letkol Tituler AD. Sebab menurut dia, jabatan Tituler diberikan dengan alasan yang sangat khusus.
Ia mencontohkan, ada dosen di Akademi Militer yang berpangkat Brigjen Tituler karena merupakan satu-satunya ahli nuklir di Indonesia pada tahun 1970-an. Ada pula penerbang sipil yang bertugas ke Timor Timur tahun 1975-an dan dianugerahi Mayor Tituler.
"Jadi urgensinya apa? Urgensinya ketika dalam keadaan tertentu sudah tidak ada lagi orang di lingkungan TNI itu ndak ada lagi orang yang mampu melaksanakan tugas-tugas seperti itu," terang dia.
"Masalahnya, apakah Deddy Corbuzier itu memiliki urgensi? Itu harus ditanyakan kepada Kemenhan atau Panglima TNI. Urgensinya apa sampai harus mentitulerkan orang lain? Apa tidak ada di militer? Apa sudah dilakukan upaya-upaya dan tidak bisa lalu mengangkat seseorang?" pungkas dia.
Deddy diberi pangkat Letnan Kolonel Tituler Angkatan Darat oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Alasannya, Deddy dinilai memiliki kemampuan khusus yang dibutuhkan TNI dalam hal berkomunikasi di media sosial.
Sumber: kumparan.