Ramalan Gus Dur soal Kebangkitan Sepak Bola Asia dan Afrika Terbukti

Ramalan Gus Dur soal Kebangkitan Sepak Bola Asia dan Afrika Terbukti

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menggemari sepak bola. Dia pun memiliki analisis yang tajam soal pertandingan si kulit bundar tersebut. Analisisnya pun diakui pengamat sepak bola profesional.

Namun, barang tentu kepakaran dalam membaca sepak bola tidak didapat Gus Dur dengan cara karbitan. Ia memandang sepak bola seperti kehidupan. Menurutnya, filosofi dalam permainan terpopuler di dunia ini adalah persis yang terjadi dalam dinamika kehidupan manusia, baik dalam kehidupan sosial, budaya, agama dan politik.

Jadi, sepak bola bukan hanya milik para pemerhati sepak bola, tetapi juga milik semua orang yang concern dalam membacanya.

Membaca di sini tidak hanya membaca permainan sepak bola itu sendiri, tetapi juga bagaimana cara mengetahui karakter pemain, pelatih maupun official dan memahami unsur-unsur psikologis semua pihak terkait tersebut.

Semua hal tersebut diperhatikan oleh Gus Dur secara detail sehingga kepakarannya melebihi komentator atau pengamat sepak bola yang sudah familiar sekalipun. Sejak era 1980 hingga 2000-an, Gus Dur menulis 21 kolom khusus yang mengulas sepak bola dunia.

Dilansir dari Nu Online, Sabtu (17/12/2022), ia menulis tentang analisis sepak bola sejak tahun 1982, saat Piala Dunia di Spanyol hingga tahun 2000 ketika dirinya menjabat orang nomor wahid di negeri ini.

Ulasan sepak bola Gus Dur sangat kompeten dan komprehensif karena terkontekstualisasikan dengan kehidupan agama, sosial, budaya dan politik.

Kepakaran Gus Dur juga dapat dilihat dari prediksinya mengenai sebuah pertandingan dan masa depan tim maupun negara terkait. Hal ini ditunjukan oleh Gus Dur yang pada tahun 1994 telah memprediksi bahwa era tahun 2000-an ke atas adalah era kebangkitan sepak bola negeri ginseng Korea secara umum Asia dan membanjirnya para legiun Afrika di kancah persepakbolaan Eropa.

Seperti yang telah kita ketahui bersama, Korea Selatan mampu menembus babak semifinal pada gelaran Piala Dunia tahun 2002 di Korea-Jepang dengan mengandaskan Tim favorit juara, Italia di perempat final dengan skor 2-1 melalui gol emas Ahn Jung Hwan di babak perpanjangan waktu.

Meski akhirnya kalah 0-1 oleh Tim Panser Jerman di semifinal dan kandas 2-3 oleh Turki di perebutan tempat ketiga, Tim Korsel mampu menunjukan kebangkitan sepak bola Asia seperti yang telah diprediksikan oleh Gus Dur. Prediksi Gus Dur dengan membanjirnya legiun Afrika di kancah persepakbolaan Eropa juga terbukti dengan kiprah menakjubkan mereka di klub masing-masing.

Bahkan, liga terbaik di eropa saat ini, English Premier Ligue (EPL) banyak menggunakan jasa pemain-pemain Afrika maupun yang berdarah Afrika. Puncaknya, ketika Samuel Eto’o, penyerang brilian asal Kamerun direkrut oleh klub asal Rusia Anzhi Makhachkala dari Inter Milan tahun 2011 sebagai pemain bergaji tertinggi di dunia, 20 juta euro per tahun, jauh melampaui pemain terbaik dunia Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo.
Tentu ini bukan prediksi srampangan ala Gus Dur. Dia melihat potensi kehebatan negara-negara Afrika ketika mengulas pertandingan antara Nigeria melawan Italia di Piala Dunia 1994 di AS. Meski minim pengalaman dan akhirnya tersingkir, Nigeria bermain sangat mengagumkan dalam pandangan Gus Dur, baik dalam mengorganisasi permainan, bertahan dan menyerang.

Dalam menganalisis sepak bola, Gus Dur juga kerap berkonfrontasi dengan Romo Sindhunata yang juga dikenal sebagai komentator sepak bola, wartawan sekaligus sastrawan dan budayawan.

Sindhunata mengaitkan kritikan terhadap Gus Dur dan pemerintahannya dengan teknik dalam permainan sepak bola. Sindhunata mengkritik Presiden Gus Dur yang cenderung menggunakan pola catenaccio (sistem grendel) yang kerap digunakan oleh Timnas Italia sebagai strateginya menghadapi parlemen yang saat itu sangat destruktif kala berseteru dengan pemerintah.

Pola permainan ini bertahan, cenderung tidak berkembang karena hanya menunggu kesempatan untuk menyerang sehingga membuat permainan sepak bola sangat monoton.

Itulah yang dinilai Sindhunata pemerintahan Gus Dur menjadi tidak berkembang dan tidak indah seperti kepakarannya dalam membaca sepak bola. Hal itu Sindhunata sampaikan dalam tulisannya yang berjudul Catenaccio Politik Gus Dur yang diterbitkan oleh harian terkemuka nasional pada tanggal 16 Desember 2000 hingga akhirnya mendapat perhatian Gus Dur di media yang sama. Gus Dur menanggapinya dengan menulis kolom juga dua hari setelahnya dengan tajuk Catenaccio Hanyalah Alat Belaka.

Sumber : okezone
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita