GELORA.CO -Semakin sering Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyinggung mengenai ‘Politik Identitas’ dalam beberapa kesempatan. Dia menggambarkan politik identitas sebagai hal yang sangat menakutkan bagi bangsa dan negara.
Mengenai hal ini, Pengamat Politik Rocky Gerung pun angkat suara dan berusaha membahas masalah identitas itu sendiri dari sisi etimologi.
“Identitas itu dalam bahsa aslinya bahasa Yunani artinya ‘dia yang sudah mati’, karena Cuma orang mati yang bisa diidentifikasi. Itu etimologinya,” jelas Rocky saat tampil di kanal Youtube Indonesia Lawyers Club (ILC).
Rocky menegaskan sebelum seseorang itu mati, maka identitas bisa berubah-ubah, sebagai contoh Rocky menyebut Politisi PDIP Aria Bima yang hadir juga dalam diskusi tersebut tidak ada jaminan akan terus membawa nilai-nilai Soekarno yang selalu diklaim oleh PDIP.
Karenanya, Rocky menilai Jokowi hanya mendengar dan ikut-ikutan saja soal Politik Identitas tanpa tahu apa “identitas” itu sendiri.
“Pak Jokowi dengar doang politik identitas, di dalam kepalanya Islam, selesai karena nggak paham. Yang salah bukan Pak Jokowi, lingkungannya yang brief dengan cara yang buruk. Itu akibatnya bergaul dengan orang dungu,” ujarnya.
Untuk memcahkan masalah kerancuan istilah “Politik Identitas” yang kerap Jokowi utarakan, Rocky menyebut istilah lain yakni “Politic of Recognition” yang mana menurut Rocky akan mengalir ke Politik Multikultural.
“Sekarang untuk menyelamatkan kekecauan konspetual itu dibikin istilah lain Politic of Recognition, dalam kategori itu identitas dihidupkan karaena di-rekognisi,” ungkapnya.
“Itu yang menyebabkan kasus di Canada misalnya, dia pakai Politik Multikultural, kita multikultural. Tetapi mesti diingat seusatu multikultural kalau dia efek elektoral, hanya itu intinya. Kalau anda punya identitas sesuatu tapi nggak punya elektoral nggak akan disebut politik elektoral.
Rocky pun mempersilakan pihak-pihak yang kerap menyuarakan ‘Politik Identitas’ untuk menambah lagi referensi bacaan karena menurutnya hal ini penting memahami sebuah istilah yang kerap membuat kegaduhan.
“Baca Will Kimlycka, baca Charles Taylor, segala macam, itu pentingnya ‘Baca, Baca, Baca’ jangan ‘Kerja, Kerja, Kerja’ aja, bangsa ini didirikan oleh orang yang membaca buku,” jelasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat menyinggung soal politik identitas yang menurutnya sangat berbahaya.
Sebab, isu SARA di media sosial jelang pemilu atau masa kampanye kerap kali menjadi pemantik perpecahan.
"Hati-hati kita ini beragam, agama, suku, ras, beragam. Jadi hati-hati, kalau ada percikan kecil mengenai ini, segera diperingatkan, enggak usah ragu-ragu, segera peringatkan, panggil, pasti grogi," kata Jokowi melansir wartaekonomi.com-jaringan Suara.com.
Sumber: suara