GELORA.CO - Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah angkat suara ihwal wacana pemberian subsidi atas pembelian kendaraan listrik, baik roda empat maupun roda dua. Ia mempertanyakan sumber anggaran subsidi itu karena di dalam APBN 2023 tak ada alokasi dana untuk menjalankan rencana program tersebut.
"Jika subsidi ini akan di realisasikan dalam bentuk uang tunai untuk pembelian mobil dan motor listrik, dan jika direalisasikan pada tahun 2023, maka kami tegaskan tidak ada alokasi APBN 2023 untuk dukungan kebijakan tersebut," kata Said melalui keterangan tertulisnya, Selasa (20/12/2022)
Diketahui pemerintah mewacanakan pemberian subsidi atas pembelian kendaraan listrik dengan beberapa skema. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita sempat menyatakan subsidi bakal diberikan pada pembelian mobil listrik sebesar Rp80 juta, mobil berbasis hibrida sebesar Rp40 juta, serta motor listrik baru Rp8 juta.
Said menilai wacana yang dikembangkan oleh pemerintah itu tak elok. Sebab, pada 2023 anggaran negara masih dihadapkan pada ketidakpastian global. Rencana subsidi atas pembelian kendaraan listrik itu juga tak sebanding dengan alokasi program perlindungan sosial yang diterima oleh keluarga miskin di Indonesia.
"Apakah patut di tengah situasi kita akan menghadapi ekonomi global yang sulit, yang efeknya tentu akan berdampak pada ekonomi domestik lantas kita memikirkan subsidi untuk rumah tangga mampu?" tanya Said.
"Oleh sebab itu kebijakan ini harus dikaji kembali oleh pemerintah. Sesungguhnya telah banyak insentif yang diberikan pemerintah kepada industri kendaraan listrik," lanjutnya.
Said menambahkan, sedianya dia mendukung langkah pemerintah untuk mengembangkan ekosistem kendaraan listrik nasional. Hanya, itu juga perlu dilakukan dengan rasional berdasarkan pertimbangan yang matang dan kajian menyeluruh yang mendalam.
Hal tersebut ditujukan agar niat baik pengambil kebijakan tak mesti mengorbankan prioritas yang lebih besar, yakni memulihkan perekonomian dalam negeri dan memastikan masyarakat mendapatkan manfaatnya.
Adapun dukungan dan insentif yang diberikan pemerintah untuk mengembangkan ekosistem kendaraan listrik terbilang melimpah. Pertama, dukungan telah diberikan melalui Peraturan Presiden 55/2019 tentang Percepatan Program kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Untuk Transportasi Jalan.
Beleid itu mendorong terciptanya ekosistem Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB), khususnya motor dan mobil. Ekosistem ini menyangkut lingkungan strategis untuk menopang tumbuhnya inovasi produk, kesiapan teknologi dan bahan baku, investasi, infrastruktur pendukung seperti Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) yang ultra fastcharging dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU).
Perpres itu juga menyinggung aspek seperti Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang diatur secara bertahap, di mana komponen TKDN besarannya diharapkan meningkat dari target waktu yang ditentukan, dimana TKDN untuk roda dua pada 2026 minimum 80 persen dan 2030 untuk roda empat minimun 80 persen.
Kedua, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan insentif perpajakan untuk KBLBB melalui berbagai kebijakan, antara lain; tax holiday 20 tahun, super deduction hingga 300 persen atas biaya penelitian dan pengembangan pembangkit tenaga listrik, baterai, dan alat kelistrikan, pembebasan PPN atas bahan baku pembuatan baterai, pembebasan PPN atas impor barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik untuk industry KBLBB.
Kemudian adanya perbedaan tarif PPnBM untuk KBLBB sebesar nol persen sedangkan yang BBM berkisar 15 persen sampai 70 persen, bea masuk impor mobil incompletely knocked down maupun completely knocked down sebesar nol persen, pengurangan bea balik nama kendaraan bermotor hingga 90 persen.
"Jika di total keseluruhan insentif perpajakan ini mencapai 32 persen dari harga jual mobil listrik dan 18 persen dari motor listrik," kata Said.
Teranyar, pada 22 September 2022 pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) 7/2022 tentang penggunaan kendaraan berbasis motor listrik sebagai kendaraan operasional atau dinas pemerintah pusat dan daerah.
Sumber : lawjustice