Hima Persis DKI: KUHP Memang Perlu Perbaikan, tapi Nyatanya Malah Mematikan Demokrasi

Hima Persis DKI: KUHP Memang Perlu Perbaikan, tapi Nyatanya Malah Mematikan Demokrasi

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO -Himpunan Mahasiswa Persatuan Indonesia (Hima Persis) turut menyikapi pasal-pasal kontroversial yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang baru di sahkan oleh DPR RI.

Ketua Umum Pimpinan Wilayah Hima Persis DKI Jakarta Musthafa Bayyin A., mengatakan bahwa setelah menggelar kajian maka pasal-pasal yang dipandang kontroversial harus ditolak.




Dia menyatakan, KUHP lama yang merupakan warisan Kolonial Belanda, sejatinya memang perlu dirubah karena dinilai telah usang dan tidak lagi relevan dengan keadaan saat ini.

"Kita tahu bersama bahwasa KUHP sebelum ini merupakan produk dari konkordansi. Perubahan zaman yang sangat cepat dan keadaan Indonesia saat ini memang menuntut perlunya perubahan dalam KUHP," ujar Bayyin dalam keterangannya, Senin (12/12).

Namun, kata dia, perubahan yang terjadi justru dapat mengakibatkan matinya demokrasi di Indonesia.

Dia membeberkan beberapa pasal kontroversial terutama yang berkaitan dengan kebebasan berekspresi dan berpendapat dapat menjadi pasal karet dan menjerat siapapun yang kontra terhadap pemerintah.

"Dalam pasal 218 (tentang penghinaan terhadap presiden) dan pasal 240 ayat 1 (tentang penghinaan kepada pemerintah dan lembaga negara) merupakan bukti nyata matinya demokrasi di Indonesia," katanya.

"Pasal tersebut jelas merupakan pasal karet yang dibuat pemerintah untuk membungkam masyarakat yang tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah," imbuhnya.

Selain itu, lanjutnya, Hima Persis DKI Jakarta juga menolak tentang pasal hukum adat dan hukum yang hidup dalam masyarakat yang tertuang dalam pasal 2 KUHP.

"Pasal mengenai living law ini tidak boleh di kodifikasi. Pemerintah sebaiknya membiarkan hukum adat berkembang sebagaimana semestinya karena selama ini hukum adat juga berkembang mengikuti zaman," pungkasnya.

Sumber: RMOL
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita