GELORA.CO -Adanya kekecewaan daerah penghasil minyak dan gas (migas) seperti yang disampaikan Bupati Meranti, Muhammad Adil, membuat Pemerintah Pusat hendaknya perlu mengevaluasi
Pemerintah pusat perlu segera mengevaluasi porsi pembagian Dana Bagi Hasil (DBH) ) bagi daerah penghasil minyak dan gas (migas).
Hal ini dikarenakan jika aturan tersebut sudah tidak relevan dengan perkembangan daerah otonomi saat ini.
Anggota Komisi VII DPR Mulyanto berpandangan Presiden harus memperhatikan aspirasi daerah secara sungguh-sungguh. Isu terkait bagi hasil migas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sangat sensitif.
Bila tidak dikelola dengan baik bisa berdampak luas hingga ke masalah kedaulatan negara.
“Sudah saatnya Presiden memperhatikan kembali aturan dana bagi hasil migas ini. Buatlah besaran persentase bagi hasil yang adil dan masuk akal.
Jangan sampai daerah penghasil migas kecewa lantaran tidak dapat menikmati hasil eksploitasi SDA mereka secara wajar,” kata Mulyanto melansir wartaekonomi.com-jaringan Suara.com.
Ia pun meminta Jokowi meninjau ulang semua aturan terkait dana bagi hasil tersebut. Terutama meninjau ulang besaran bagi hasil dan komponen perhitungannya.
Presiden harus melibatkan semua pemangku kepentingan agar tidak ada daerah penghasil migas yang merasa dieksploitasi tapi tidak dapat menikmati hasilnya.
“Pemerintah harus adil terhadap daerah penghasil migas yang miskin. Jangan hanya menyedot SDA dari tanah leluhur mereka lalu setelah itu meninggalkan penderitaan bagi masyarakat.
Presiden harus belajar dari sejarah yang ada. Bahwa hampir semua gejolak atau perlawanan di daerah kepada Pemerintah pusat dipicu oleh urusan bagi hasil ini,” jelas Mulyanto.
Paraturan terkait DBH ini sudah lama berlaku, sehingga beberapa poin aturan tersebut sudah tidak relevan, terutama berkaitan dengan semangat otonomi daerah serta upaya percepatan peningkatan kesejahteraan daerah-daerah terpencil.
Karena itu Mulyanto menilai apa yang disampaikan Bupati Meranti Muhammad Adil yang ramai belakangan ini terkait kejelasan DBH sebagai permintaan wajar.
Mulyanto yakin, selain Muhammad Adil masih ada pejabat daerah lain yang mempunyai aspirasi serupa.
“Presiden harus berani membuat terobosan yang menguntungkan masyarakat daerah penghasil migas dan minerba. Jangan sampai mereka terus dieksploitasi tapi tidak sejahtera. Ini kan tidak adil dan juga bertentangan dengan ruh konstitusi bahwa kekayaan alam dikuasai negara dan sebesar-besarnya digunakan untuk kemakmuran rakyat,” ujar Mulyanto.
Bupati Meranti Muhammad Adil mengungkapkan protes ke Kementerian Keuangan terkait DBH daerah penghasil migas yang justru menyusut di saat harga minyak maupun nilai tukar dollar sedang tinggi.
“Dulu dapatnya perhitungan Rp114 miliar tahun 2022, sekarang harga minyak naik lifting minyak naik, nilai tukar dollar naik dapatnya kok tambahannya Rp700 juta, kenapa?” kata Adil.
Bupati Meranti Muhammad Adil mengungkap kekecewaannya terhadap Pemerintah Pusat, hingga mendesak ingin angkat senjata.
"Kemarin waktu zoom dengan Kemenkeu tidak bisa menyampaikan dengan terang. Didesak, desak, desak barulah menyampaikan dengan terang bahwa 100 US$ dollar/barel," kata Adil dalam video yang tersebar.
"Sampai ke Bandung saya kejar Kemenkeu, juga tidak dihadiri oleh yang kompeten. Itu yang hadiri waktu itu entah staf atau apalah. Sampai pada waktu itu saya ngomong 'Ini orang keuangan isinya ini iblis atau setan'," tambahnya.
“Apa perlu Meranti angkat senjata," tanya sebagaimana dalam video yang tersebar.
“Jika tidak bisa juga, kita ketemu di mahkamah. Izin pak, saya eneg menghadap bapak ini, saya lebih baik keluar," pungkasnya.
Sumber: suara