GELORA.CO - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menyesalkan pernyataan Presiden Jokowi yang menyinggung pemimpin dicirikan dengan rambut putih. Menurut dia, Jokowi seharusnya mengedepankan pembahasan politik gagasan jelang 2024.
"Etis enggak, Jokowi bilang kadang Pak Prabowo, kadang rambut putih, dan lain-lain? Etis enggak? Enggak etis. Karena ini negara demokrasi yang seharusnya kompetisi untuk jadi pemimpin berikutnya ditentukan pemilu," kata Bivitri dalam diskusi KedaiKopi di Jakarta, Minggu (4/12).
"Bicarakan substantif, bukan rambut, bukan soal sudah dua kali kalah melulu, terus sekarang giliran menang, bukan itu. Tapi itu apa [gagasan] yang harus jadi pembicaraan, sehingga kita tahu siapa yang harus dipilih. Bukan siapa yang direstui atau tidak." - Bivitri.
Meski, Bivitri menilai hal tersebut tak mengherankan. Ia memandang banyak persoalan etis yang longgar dari kalangan elite pemerintahan, termasuk dari kalangan pembuat undang-undang di Indonesia.
"Dari aspek etik, rasanya memang banyak yang berantakan. Itu sebabnya kita butuh banyak UU. Karena kalau enggak, kita kayak enggak punya timbangan moral. Banyak hal yang harus dipaksa soal aturan. Misal koruptor yang boleh nyaleg lagi," ungkapnya.
"Ada yang gugat ke MK. Kata saya jangan MK disalahin. Ini kan politisi yang buat. Tapi UU-nya enggak mau disenggol jelang 2024. Karena nyaman untuk para politisi yang mungkin mau nyaleg lagi dan banyak korupnya juga. Jadi dari atas sudah longgar," pungkas dia.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menarik perhatian publik lewat pernyataan bahwa pemimpin yang baik berambut putih dan punya kerutan karena memikirkan rakyat di acara relawan, Nusantara Bersatu, Sabtu (26/11).
Pernyataan itu memicu respons dari sejumlah tokoh yang santer dalam bursa capres 2024. Mulai dari Ganjar, Ridwan Kamil, hingga Prabowo Subianto. Di sisi lain, beberapa pihak seperti Partai Demokrat menilai pernyataan Jokowi tak etis.
Sumber: kumparan.