GELORA.CO -Berbagai persoalan yang muncul di awal tahapan Pemilu Serentak 2024 dijadikan alasan oleh mantan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono, untuk ikut mendorong dihentikannya proses pemilu yang berjalan.
Pasalnya, dia melihat ada satu permasalahan mendasar yang di tubuh lembaga penyelenggara pemilu, khususnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
"Bagaimana rakyat bisa percaya pada lembaga penyelenggara Pemilu kalau sejak awal sudah ketakutan dan tidak jujur," ujar Arief Poyuono dalam keterangannya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (9/12).
Menurutnya, salah satu contoh tidak kredibel dan independen KPU RI bisa dilihat dari transparansi data yang ada dalam sisitem informasi partai politik (Sipol).
Sipol yang menjadi instrumen pendaftaran dan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu Serentak 2024, menurut Arief Poyuono, tidak dibuka seluas-luasnya kepada publik.
Salah satu imbas yang dilihatnya adalah muncul protes dari salah satu partai politik yang tak lolos tahapan verifikasi administrasi, yakni Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) yang mengklaim dicurangi oleh KPU RI lantaran data keanggotaannya di 6 kabupaten wilayah Papua diubah.
"Siapa yang menekan KPU? Pada tahap yang paling awal adalah kehadiran Prima memang mengancam suara pemilih partai-partai besar yang mengklaim nasionalisme, namun gagal membuktikan komitmennya pada nasionalisme," tutur Arief.
"Partai Prima ditakutkan akan menggerus suara rakyat dalam legislatif, apalagi rakyat berkali-kali dibuat kecewa oleh wakil-wakilnya di DPR," sambungnya.
Maka dari itu, jika proses pemilu tetap dilanjutkan dengan kepemimpinan KPU RI yang ada sekarang, Arief Poyuono khawatir kecurangan akan terus terjadi dan akan merugikan rakyat.
Bahkan dia juga melihat potensi hasil perhitungan suara yang akan dilakukan KPU pascapencoblosan pada 14 Februari 2024 mendatang tidak legitimate dan kehilangan kepercayaan rakyat.
"Ketakutan KPU untuk transparan membuka Sipol menunjukkan ada tekanan yang kuat dan menakutkan bagi KPU. Tekanan dan ketakutan ini akan membahayakan proses Pemilu dan akan mengancam stabilitas negara dan proses politik di masa depan," ucapnya.
"Saatnya Proses Pemilu dihentikan sampai terbentuk KPU yang independen dan kredibel," tandas Arief Poyuono.
Dalam tahapan verifikasi administrasi, KPU RI telah menetapkan 5 partai politik tidak dapat melanjutkan ke tahapan verifikasi faktual.
Lima partai tersebut adalah Partai Prima, Partai Swara Rakyat Indonesia (Parsindo), Partai Republik, Partai Republiku Indonesia, serta Partai Keadilan dan Persatuan (PKP).
Lima partai politik tersebut telah mengambil langkah hukum ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI dengan mengajukan permohonan sengketa proses pemilu.
Hasil dari permohonan itu, terdapat 4 partai politik yang diterima sebagian permohonannya. Imbasnya, KPU RI diminta untuk membuka kembali akses Sipol selama 1x24 jam dalam kurun waktu 3x24 jam pascaputusan dibacakan Bawaslu RI.
Pembukaan akses Sipol itu dimaksudkan untuk menjalankan putusan Bawaslu RI terhadap 4 partai politik yang diterima permohonannya tersebut, yakni memberikan kesempatan untuk melakukan perbaikan data persyaratan partai politik calon peserta Pemilu Serentak 2024.
Setelah putusan Bawaslu RI tersebut dilaksanakan oleh KPU RI, hasilnya empat parpol yang memperbaiki datanya itu tetap dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS), sebagaimana tertuang dalam Pengumuman KPU RI Nomor 12/PL.01.1-Pu/05/2022 tentang Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Pemilu Calon Peserta Pemilu 2024 Pascaputusan Bawaslu.
Alhasil, putusan KPU RI tersebut menimbulkan protes dari salah satu partai politik, yaitu Prima yang sampai menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor KPU RI, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis kemarin (8/12).
Dalam tuntutannya, Prima mendesak agar ada audit dilakukan terhadap KPU RI dalam kerja-kerja pelaksanaan tahapan verifikasi administrasi.
Mereka menduga ada kelompok pemodal yang menekan KPU RI, yang mereka sebut sebagai kelompok oligarki, turut mempengaruhi hasil dari jalannya proses Pemilu Serentak 2024.
"Ternyata KPU RI adalah penyelenggara yang bukan lagi fatal, ternyata disusupi oleh oligarki para pemodal yang sengaja menjegal rakyat biasa yang tidak memiliki alat politik, kekuatan sampai dibiarkan dengan kemiskinan," begitu disampaikan orator dalam aksi unjuk rasa Prima kemarin.
Sumber: RMOL