GELORA.CO -Jagat media sosial sedang dihebohkan dengan kantor Twitter ditutup dan pilih menerapkan kerja remote atau kerja jarak jauh, dengan jam kerja panjang sesuai kebijakan baru Elon Musk.
Hasilnya nyaris setengah karyawan Twitter resign massal karena tidak siap bekerja lembur lebih lama dan bekerja lebih keras, dengan dalih menjadikan Twitter 2.0.
"Ke depan, untuk membangun Twitter 2.0 dan sukses di dunia yang semakin kompetitif, kita perlu untuk benar-benar hardcore. Ini artinya bekerja dalam jam kerja panjang di intensitas tinggi. Hanya performa istimewa akan lolos passing grade," ujar Elon Musk kepada karyawannya melalui surat elektronik mengutip Mashable SE Asia, Jumat (18/11/2022).
Lantas yang jadi pertanyaan, benarkah jam kerja panjang menguntungkan perusahaan?
Faktanya mengutip Harvard Business Review, bekerja berjam-jam atau kerja berlebihan tidak membantu karyawan dan perusahaan, ini karena hasil akhirnya tidak selalu baik.
Penelitian Profesor Sekolah Bisnis Questrom Universitas Boston, Erin Reid, karena manajer yang bekerja keras, akhirnya ia tidak bisa membedakan karyawan yang benar-benar bekerja atau mereka yang hanya berpura-pura.
Selain itu penelitian Marianna Virtanen dari Finnish Institute of Occupational Health, juga menemukan kerja berlebihan dan stres yang mengakibatkan berbagai masalah kesehatan gangguan tidur, depresi, diabetes hingga penyakit jantung.
Hasilnya karena karyawan banyak yang sakit, produktivitas tim dan biaya asuransi kesehatan yang harus dikeluarkan perusahaan meningkat drastis.
Bahkan meskipun karyawan terlihat menikmati pekerjaan, dan bekerja berjam-jam secara sukarela maka cenderung melakukan kesalahan saat lelah. Apalagi riset menunjukan hanya 1 hingga 3 persen populasi dunia orang yang hanya tidur 5 hingga 6 jam semalam, tapi produktivitasnya tidak menurun.
Sumber: suara