GELORA.CO - Di Markas Pusat Pendidikan dan Latihan Pasukan Khusus (Pusdikpassus) Kecamatan Batujajar, Bandung, Jawa Barat terdapat landasan pacu yang dinamakan Suparlan. Nama ini berasal dari sosok prajurit Kopassus gagah berani Pratu Suparlan yang dijuluki Rambo Indonesia.
Bahkan ada sebuah granit hitam berpahatkan namanya diletakkan di Komplek Markas Besar TNI Cilangkap.
Kisah heroiknya melegenda di kalangan prajurit Kopassus saat pertempuran merebut Timor Timur dari tangan pemberontak Komunis Fretilin. Dalam sebuah tulisan di Majalah Baret Merah edisi April 2014, Pratu Suparlan dikisahkan mengadang lebih dari 100 prajurit Fretilin.
Ketika itu pada 1975, terjadi Revolusi Bunga di Portugal, negara yang saat itu menduduki Timor-Timur. Revolusi ini menyebabkan Portugal tidak bisa mempertahankan daerah kekuasaannya sehingga dimanfaatkan partai politik komunis Fretilin untuk merebut Timor Timur.
Saat itu ada lebih dari 60.000 warga sipil yang menginginkan integrasi dengan Indonesia dibantai pasukan Fretilin. Demi mencegah terjadinya hal lebih buruk, Indonesia membentuk pasukan gabungan Nanggala-LII Kopassandha (sekarang Kopassus).
Satu grup yang terdiri atas sembilan perseonel pun dikirim ke Timor-Timur. Dalam grup tersebut berisi empat anggota Kopassus dan lima personel Kostrad yang dipimpin Letnan Poniman Dasuki.
Tim ini berpatroli di Zona Z, KV 34-34 Komplek Liasidi, pedalaman Hutan Bumi Larose. Wilayah ini terkenal sangat rawan sebab menjadi sarang tokoh-tokoh utama Fretilin yang memiliki persenjataan unggul pada masanya serta pasukan terlatih dengan pengalaman perang mumpuni.
Misi dimulai dengan rencana pasukan Kopassandha menyergap Pos Pengamatan Fretilin untuk memudahkan langkah. Namun, setelah rencana berhasil, tiba-tiba pasukan Fretilin berjumlah sekitar 300 orang muncul dari berbagai arah lengkap dengan senjata canggih, seperti senapan serbu, mortar dan GLM. Posisi pasukan Kopassandha juga tidak menguntungkan.
Dengan jumlah pasukan dan kelengkapan senjata berbeda jauh, ditambah posisi terdesak di pinggir jurang, satu per satu anggota pasukan gugur. Anggota Kostrad yang menjaga baris depan hampir seketika tumbang, diikuti tiga orang lain dari formasi belakang.
Kalah jumlah dan persenjataan, pasukan ini mundur sampai pada bibir jurang. Satu-satunya jalan melalui celah bukit dan butuh waktu yang tepat agar mereka bisa lolos sebelum pasukan Fretilin menutup celah tersebut.
Pada momen krusial ini, Dantim memerintahkan anggota yang tersisa untuk meloloskan diri. Pratu Suparlan kemudian mengajukan diri untuk mengadang musuh, mengulur waktu agar pasukan kecil tersebut dapat melarikan diri dengan selamat.
Pratu Suparlan lalu mengambil senapan mesin otomatis FN milik rekannya yang gugur lalu menghampiri pasukan Fretilin. Banyak tembakan mengenai tubuhnya. Saat itu dia sudah diperingatkan agar mundur.
Saksi mata mengatakan, Pratu Suparlan pada momen ini terlihat seperti banteng, mengejar pasukan Fretilin tanpa lelah meski dalam keadaan terluka.
Setelah amunisi habis, dia belum juga menyerah. Bermodalkan pisau, Pratu Suparlan mengejar anggota Fretilin hingga masuk ke semak belukar untuk bertarung jaruk dekat, satu lawan satu. Meski sudah melemah, Pratu Suparlan masih sanggup menumbangkan enam anggota Fretilin.
Hingga akhirnya Pratu Suparlan mencapai batas dan jatuh terduduk. Dia tak lagi punya kekuatan untuk bergerak, lalu dengan aksi beraninya mencabut dua granat dari kantong lalu melemparkannya ke arah anggota Fretilin yang mengerumuninya sambil berteriak 'Allahu Akbar'.
Teriakannya dibarengi dengan dentuman keras dan robohnya puluhan anggota Fretilin bersama dirinya.
Dalam operasi itu, Pratu Suparlan gugur beserta enam prajurit lainnya. Sementara dari pihak Fretilin, 83 orang tewas. Beberapa anggota yang tersisa berhasil ditangkap.
Jasad Pratu Suparlan ditemukan dalam kondisi tak utuh. Atas jasanya, pemerintah menganugerahkan penghargaan Bintang Sakti kepada Kopda Suparlan melalui Keppres No 20/TK/TH.1987.
Sumber: inews