OLEH: BEATHOR SURYADI
APA ingin dikenang sebagai penimbun utang besar, proyek infrastruktur gagal dan mangkrak, atau dikenang sebagai pelayan publik?
Di Solo, Jokowi dikenang karena memindahkan pasar rakyat tanpa bentrokan, bahkan kepala Satpol PP-nya seorang wanita berhati lembut.
Saat di DKI, Jokowi merombak model loket di kelurahan menjadi suasana ruang tamu di perkantoran bank.
Periode pertama di Istana Presiden, Jokowi punya nawacita yang dibanggakan wong cilik kaum marhaen, negara hadir dalam perkara rakyat.
Saat ini, akankah Jokowi dikenang atas tragedi polisi tembak polisi di rumah polisi Sambo, atau dikenang tewasnya penonton bola massal di Kanjuruhan, Kota Malang, Jawa Timur.
Atau Jokowi dikenang sebagai presiden pelindung mafia, di era Jokowi banyak bandit, dan para koruptor?
Terobosan Jokowi yang Gagal
Sudah 3 kali ganti Kapolri, tetapi mafia segala urusan semakin banyak, malah aparat polisi menjadi mafia kasus dan tambang.
2 kali ganti Menteri ATR/BPN, target tangkap beking kasus tanah belum ada yang berhasil. Kasus mangkrak semakin menumpuk, kasus lama tidak selesai, maka kasus baru ikut menumpuk.
Ada kasus 60 tahun, 40 tahun, 30 tahun dan akan terus berlama-lama tidak terselesaikan.
Pak Jenderal berkumis itu 100 hari kerjanya belum nampak trobosannya, diharap mengganti birokrat busuk, malah hanya mengganti seragam kerja kementeriannya.
Seharusnya Pak Hadi, Menteri ATR/BPN, untuk mencapai target presiden adalah membenahi.
Personel birokratnya, mengganti pejabat lama yang menyebabkan Sofyan Djalil gagal dalam capaian kerja, menggantinya dengan wajah baru yang pres tanpa beban kerja aparat lama, membenahi aturan kementerian, terutama Permen 6/2013 Pasal 12 keterbukaan tentang Warkah.
Jokowi dan 4 Menko
Ternyata para Menteri Koordinasi itu memiliki hak pecut terhadap Kementerian yang ada dibawanya, sehingga Menko Mahfud tiap hari bikin seruan di video atas kinerja kementerian yang kurang baik, Mahfud tidak punya hak menonaktifkan pejabat nakal yang ada dalam wewenangnya.
Menko PMK lain lagi, menteri yang nakal dia serahkan ke KPK maka tertangkaplah Mensos kasus bansos waktu itu. Hal serupa juga terjadi pada Menteri KKP yang oleh Menkonya di-OTT KPK di Bandara Soetta.
Yang luar biasa Menko Marves, yang semua kementerian di bawah wewenangnya belum bermasalah dengan hukum, tapi justru Menkonya pernah ke Polda Metro Jaya dan (kasus) PCR-nya ke KPK.
2 tahun menjelang akhir Jokowi di istana, apakah dia akan berfokus kembali pada pelayanan publik, terutama bagi warga yang mencari keadilan yang lahan tanahnya justru dirampas oleh pelaku bisnis ekonomi sahabat Presiden Jokowi itu sendiri?
Baik kejadian di perkebunan, pertambangan, maupun pengembang perumahan, adakah keberanian Jokowi untuk menertibkan para sahabatnya tersebut untuk mengembalikan lahan tanah warga yang mereka rampas atau membayarnya dengan harga layak?
Kesan inilah yang akan jadi kenangan bagi warga pencari keadilan.
Salam juang.