Nasdem Muallaf, Pencapresan Anies dan Politik Pasca Jokowi

Nasdem Muallaf, Pencapresan Anies dan Politik Pasca Jokowi

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


OLEH: MOCH EKSAN*

WAKIL Bupati Tuban yang sekaligus Ketua DPD Partai Nasdem Tuban, Riyadi, menyebut diri dan para pendukungnya yang bergabung dalam partai besutan Surya Paloh dengan "Nasdem Muallaf". Yaitu orang-orang Nasdem baru yang baru saja bergabung dengan partai yang berulang tahun ke-11 pada Jumat, 11 November 2022 ini.

Istilah Nasdem Muallaf cukupGELORA.CO -WAKIL Bupati Tuban yang sekaligus Ketua DPD Partai Nasdem Tuban, Riyadi, menyebut diri dan para pendukungnya yang bergabung dalam partai besutan Surya Paloh dengan "Nasdem Muallaf". Yaitu orang-orang Nasdem baru yang baru saja bergabung dengan partai yang berulang tahun ke-11 pada Jumat, 11 November 2022 ini.

Istilah Nasdem Muallaf cukup unik dan menarik. Sebuah terma anti mainstream untuk menyebut fenomena masuknya kader partai lain ke dalam Nasdem. Apalagi, pasca Ketua Umum DPP Partai Nasdem, Surya Paloh mendeklarasikan Anies Rasyid Baswedan sebagai bakal calon Presiden Republik Indonesia pada Pemilu 2024.





Anies effect sangat terasa, ada beberapa kader yang pergi dan ada banyak yang datang menyambut keputusan Nasdem dalam kandidasi pemimpin nasional pasca Presiden Joko Widodo. Nasdem menjadi bahan utama perbincangan yang menguasai ruang publik dengan segala pro kontranya di dalam maupun di luar partai.

Surya Paloh menyadari betul resiko yang harus diterima setelah mendeklarasikan Anies. Serangan dari kawan koalisi di pemerintahan maupun parlemen bertubi-tubi, terutama dari PDIP. Sekretaris Jenderal Partai Banteng Bermoncong Putih, Hasto Kristanto sampai mendesak para menteri Nasdem mundur dari Kabinet Jokowi ke-2.

Beberapa lembaga survei merilis bahwa elektabilitas partai Nasdem anjlok setelah memutuskan mengusung Anies. Bahkan hasil survey teranyar dari Lembaga Survey Indonesia (LSI) Denny JA, menyebut Nasdem terancam tak lolos parliamentary threshold. Sebab, elektabilitas Nasdem hanya 3,9 persen.

Di balik resiko di atas, ada coattail effect atau pengaruh ekor jas dari pencalonan Anies sebagai bakal calon presiden dari Nasdem. Banyak jaringan relawan Anies  di berbagai daerah yang sudah merapat dan mendukung pemenangan Nasdem pada Pileg 2024.

Sebab, mereka menyadari betul, dalam menjalankan pemerintahannya nanti, Anies membutuhkan dukungan parlemen yang kuat untuk memuluskan program-program pemerataan pembangunan dan keadilan sosial. Tanpa itu, mustahil visi, misi dan program yang dijanjikan pada masa kampanye bisa diwujudkan.

NasDem Muallaf juga berasal dari ceruk pendukung Anies yang merupakan basis massa pemilih baru Nasdem. Mereka adalah massa pemilih muslim urban dan modern dari kelas bawah dan menengah yang berancang-ancang memilih partai nasional demi memenangkan sang tokoh idolanya.

Anies adalah magnet politik baru nasional yang teruji dan terbukti memimpin DKI Jakarta. Hasil survei LSI menyebutkan bahwa 80,9 persen warga Jakarta puas terhadap kinerja Anies lima tahun mengomandani Ibu Kota Negara.

Lepas dari paradoks pencalonan Anies dan efeknya terhadap Nasdem, yang pasti Anies merupakan tokoh yang tak punya party ID dibanding dengan dua calon presiden lainnya.

Ganjar Pranowo, jelas Party ID-nya PDIP, sementara Prabowo Subianto juga terang Gerindra. Anies dan dua nama tersebut merupakan 3 besar yang selalu muncul di berbagai survey calon presiden.

Sebagai calon presiden, Anies punya riwayat pemerintahan dan elektoral yang paling lengkap dibandingkan yang lain. Mengapa?

Pertama, Anies merupakan Gubernur DKI Jakarta Periode 2017-2022 dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Periode 2014-2016. Ia tokoh yang lahir dari rahim pemilu demokratis yang menang Pilgub 2017 dengan suara 3,2 juta lebih atau setara 57,96 persen.

Sebagai Mendikbud, Anies adalah pembantu presiden yang memimpin kementerian terbesar anggaran dan sumberdaya manusianya. Ia dipercaya lantaran kiprahnya sebagai Rektor Universitas Paramadina dan juru bicara Pasangan Calon Presiden Jokowi-Jusuf Kalla pada Pilpres 2014.

Kedua, Ganjar merupakan Gubernur Jawa Tengah Periode 2013-2023 dan anggota DPR RI  Periode 2004-2013. Ia tokoh dari rahim pemilu demokratis yang memenangkan 2 kali Pilgub 2013 dengan suara 6,9 juta lebih atau setara 48,82 persen, dan Pilgub 2018 dengan suara 10,3 juta lebih atau setara dengan 58,78 persen.

Selain itu, Ganjar pernah menjadi anggota DPR RI dari Fraksi PDIP pada Pileg 2004 dengan suara 32,482 suara dari Dapil Jateng VII, dan pada Pileg 2009 dengan suara 65.864 dari Dapil yang sama.

Ketiga, Prabowo merupakan Menteri Pertahanan pada Kabinet Jokowi-Ma'ruf Amien Periode 2019-2024. Ia pesaing Presiden Jokowi 2 kali Pilpres. Selama 3 kali pemilu, hasil perolehan suaranya selalu di posisi
runner up.

Prabowo pada Pilpres 2009, berhasil memperoleh suara   sebanyak 32,5 juta (26,79 persen) sebagai calon wakil presiden dari  Megawati Soekartoputrri. Suaranya berada pada peringkat kedua. Begitu pula pada Pilpres 2014 dengan suara 62,5 juta (46,85 persen), serta pada Pilpres 2019 dengan suara 68,6 juta (44,5 persen).

Uraian di atas mengkonfirmasi bahwa alasan Surya Paloh memilih Anies adalah benar adanya. Ia memang why not the best dari calon presiden yang kuat lainnya. Tinggal, apakah ia bisa mengulang kembali kesuksesan elektoral pada Pilgub DKI Jakarta dan berpengaruh terhadap penambahan perolehan suara NasDem pada pemilu serentak 2024 mendatang? Biarlah sejarah yang menjawabnya.

Akhirnya, saya kutipkan pernyataan dari  Eddie Vidder seorang vokalis dari band Seattle, "Hidup bergerak cepat. Sebanyak yang kamu bisa, belajar dari sejarahmu, kamu harus bergerak maju."

Selamat Ultah Partai Nasdem ke-11. Semoga Tuhan dan sejarah membuatkan sejarah kemenangan bagi Anies dan Nasdem pada Pemilu 2024. Amien.

*) Penulis adalah Pendiri Eksan Institute
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita