GELORA.CO - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Fahrurozi atau Gus Fahrur membantah Panitia Muktamar ke-34 di Lampung beberapa waktu lalu menerima sumbangan Rp 100 juta dari uang suap Rektor Universitas Lampung (Unila) Karomani.
Berdasarkan pemberitaan Tribunlampung.com, Wakil Rektor II Unila Asep Sukohar mengaku menggunakan uang Rp 100 juta untuk biaya kesehatan Muktamar NU 2021.
Uang itu diambil dari suap yang diberikan orangtua mahasiswa yang telah diluluskan seleksi penerimaan mahasiswa baru di Fakultas Kedokteran Unila.
Hal ini terungkap dalam pemeriksaan saksi pada sidang penyuap Rektor Unila Karomani, Andi Desfiandi di Pengadilan Negeri Tanjungkarang.
“Tidak ada sumbangan dari cara yang tidak halal,” kata Gus Fahrur saat dihubungi Kompas.com, Jumat (18/11/2022).
Gus Fahrur mengatakan, panitia telah selesai melaporkan semua anggaran pelaksanaan Muktamar NU ke-34. Menurut dia, sudah jelas tidak terdapat aliran dari Asep ke panitia pelaksana.
Jikapun dana yang bersumber dari suap itu mengalir ke acara Muktamar, kata Gus Fahrur, hal itu tanpa sepengetahuan panitia.
“Itu tidak benar, mungkin inisiatif dia pribadi dan dilakukan sendiri tanpa dilaporkan kepada panitia resmi Muktamar NU,” ujar dia.
Gus Fahrur bahkan menduga uang tersebut digunakan secara diam-diam untuk mendukung kandidat tertentu, atau bukan untuk pelaksanaan Muktamar.
Ia menegaskan, kesalahan terdakwa dalam pusaran kasus suap Rektor Unila itu tidak terkait pelaksanaan Muktamar NU.
Ia juga menyebut, informasi aliran dana ke Muktamar itu hanya klaim sepihak.
“Mungkin dia lakukan secara sepihak sebagai spontanitas relawan saja,” ujar Gus Fahrur.
Sebelumnya, Asep Sukohar diperiksa sebagai saksi dalam sidang terdakwa penyuap Rektor Unila Karomani, Andi Desfiandi.
Selain menjabat sebagai Wakil Rektor II Bidang Keuangan Unila, ia juga duduk sebagai Ketua Perhimpunan Dokter NU Lampung.
Di depan hakim, Asep mengaku menerima titipan uang Rp 750 juta untuk Karomani. Uang itu berasal dari orangtua tiga mahasiswa Fakultas Kedokteran yang diluluskan Karomani.
Pada 8 Juli lalu, bawahan Karomani, Kepala Biro Perencanaan dan Humas Unila Budi Sutomo menanyakan uang titipan tersebut.
“Yang pertama diserahkan senilai 350 juta dari wali mahasiswa atas nama Zuhriadi,” ujar Asep Sukohar dalam persidangan, Rabu (16/11/2022) sebagaimana dikutip dari Tribunlampung.com.
Menjawab pertanyaan pengacara Andi, Asep mengaku menggunakan uang Rp 100 juta untuk melunasi biaya kesehatan Muktamar NU.
Saat itu, Asep memang menjadi panitia bagian kesehatan Muktamar NU ke-34 di Lampung.
“Uang tersebut dipotong dari Rp 350 juta yang diserahkan di awal,” kata dia.
Selanjutnya, Asep mengaku menerima uang Rp 400 juta dari orangtua dua mahasiswa. Dengan demikian, uang yang diterima Karomani untuk meloloskan tiga mahasiswa Fakultas Kedokteran itu sebesar Rp 650 juta.
Adapun Karomani dan sejumlah bawahannya terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Bandung pada 20 Agustus lalu.
Karomani diduga menerima suap hingga lebih dari Rp 5 miliar terkait penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri Unila.
Sebagai rektor, Karomani berwenang mengatur mekanisme Seleksi Mandiri Masuk Unila (Simanila) tahun akademik 2022.
Ia kemudian memerintahkan sejumlah bawahannya untuk melakukan seleksi secara personal terhadap orangtua peserta Simanila yang sanggup membayar tarif masuk Unila. Biaya ini di luar pembayaran resmi yang ditetapkan kampus.
Bawahan Karomani yang tersebut antara lain Wakil Rektor I Bidang Akademik Heryandi dan Kabiro Perencanaan dan Humas Budi Sutomo. Proses ini juga melibatkan Ketua Senat Unila Muhammad Basri.
Selain itu, Karomani memerintahkan dosen bernama Mualimin untuk mengumpulkan uang dari orangtua mahasiswa yang telah diluluskan.
Hal yang sama juga diungkapkan Prof Wan Jamaludin Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Lampung yang memastikan tidak ada aliran dana suap Prof Karomani untuk mensukseskan Muktamar NU ke-34 di Lampung.
Ia menjelaskan, pelaksanaan Muktamar NU sendiri sudah ada jalur resminya.
“Saya tidak tahu apakah itu dia masuk dalam jalur resmi atau tidak, setahu itu tidak ada,” kata Ketua PWNU Lampung Prof Wan Jamaludin saat dihubungi Tribun Lampung, Jumat (18/11/2022).
Ia mengatakan, PWNU Lampung memastikan secara resmi tidak ada.
“Kami PWNU Lampung sudah konfirmasi ke pusat bahwa tidak ada aliran dana suap itu masuk ke hajat Muktamar NU,” kata Prof Wan.
Ia mengatakan, penyumbang donatur untuk penyelenggaraan Mukhtamar NU sudah tercatat dan sudah dilaporkan ke pusat (PBNU).
“Tidak ada aliran suap itu untuk pendanaan muktamar NU, ditegaskan lagi itu tidak ada,” kata Prof Wan.
Ia mengatakan, panitia pusat semua mengetahui siapa saja penyumbangnya terkait funding atau pendanaan untuk mensukseskan muktamar.
“Semua sudah tercatat,” tegas Prof Wan.
Saat ditanya terkait pembangunan Lampung Nahdiyin Center (LNC), Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) ini menjelaskan bahwa gedung tersebut bukan milik organisasi.
“Tetapi LNC tersebut merupakan milik pribadi, miliknya Prof Karomani,” kata Prof Wan.
“Kita tidak tahu menahu, dan sampai detik ini bukan milik organisasi,” tambahnya.
Ia mengatakan, sejak awal dibangunnya gedung LNC itu belum pernah dibahas pembangunannya.
“Jadi gedung LNC itu tidak ada kaitannya dengan PWNU Lampung,” kata Prof Wan.
Sebelumnya, Jubir PWNU Lampung Juwendra Asdiansyah mengatakan, terkait dengan pembangunan LNC itu dibangun atas inisiatif sendiri oleh Prof Karomani dan tidak melibatkan NU sebagai organisasi.
Pembangunan LNC tersebut atas kecintaan Prof Karomani kepada NU.
“Beliau bangun gedung itu atas dasar kecintaannya sebagai kader NU,” kata Juwendra.
Ia mengatakan, dibangunnya LNC ini sebagai bentuk ekspresi dari kader nahdiyin.
“Membangun LNC itu atas inisiatif dari kaderi NU, jadi itu bukan program NU,” kata Juwendra.
“Semua itu atas inisiatif pribadi, tidak ada kordinasi dengan organisasi NU,” terusnya.
PWNU Lampung sendiri tidak tahu menahu dari mana uang untuk membangun LNC tersebut.
Sumber: faktabanten