"MEMIMPIN adalah menderita," demikian kata KH Agus Salim soal menjadi pemimpin. Bagaimana tidak, seorang pemimpin bertanggungjawab penuh terhadap nasib rakyatnya.
Artinya, seorang pemimpin tak layak hidup berkecukupan sementara rakyatnya dilanda kekurangan dan kelaparan. Hal ini setidaknya sudah pernah dicontohkan oleh Khalifah Islam, Umar bin Khattab.
Saat menjabat sebagai Khalifah, Umar bin Khattab pernah menghadapi cobaan yang cukup berat. Saat itu, semua bahan makanan sulit didapat. Hasil pertanian sebagian besar tidak dapat dikonsumsi, sehingga mengakibatkan umat Islam menderita kelaparan.
Suatu malam hati Umar begitu sedih. Dia mendapati rakyatnya yang kelaparan. Saat itu dia mendengar suara tangisan seorang anak dari sebuah tenda kumuh. Setelah didatangi, ditemuilah seorang ibu yang mengatakan kepadanya bahwa anaknya yang menangis karena kelaparan.
Mirisnya, saat itu ibu dari anak yang kelaparan itu mencoba menghibur anaknya agar tertidur dengan memasak batu. Hal itu ditemui Umar saat melakukan kebiasaannya menyisir kota. Saat itu Umar menyisir kota dengan seorang sahabat bernama Aslam. Tujuannya, memastikan tidak ada warga yang tidur dalam keadaan lapar.
"Aku memasak batu-batu ini untuk menghibur anakku yang sedang kelaparan. Semua ini adalah dosa Khalifah Umar bin Khattab. Dia tidak mau memenuhi kebutuhan rakyatnya. Sejak pagi aku dan anakku belum makan sejak pagi. Makanya kusuruh anakku berpuasa dan berharap ada rezeki ketika berbuka. Tapi, hingga saat ini pun rezeki yang kuharap belum juga datang. Kumasak batu ini untuk membohongi anakku sampai dia tertidur," kata ibu tua itu menjawab pertanyaan Umar.
"Sungguh tak pantas jika Umar menjadi pemimpin. Dia telah menelantarkan kami," sambung si ibu.
Mendengar perkataan itu, Aslam berniat menegur si ibu dengan mengingatkan bahwa yang ada di hadapannya adalah sang Umar. Namun, Umar kemudian menahan Aslam, dan segera mengajaknya kembali ke Madinah sambil meneteskan air mata.
Sumber: merdeka