GELORA.CO - Video Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani yang meminta izin di depan Presiden Joko Widodo untuk bertempur melawan serangan lawan dinilai sikap tidak layak sebagai pembantu Jokowi.
Menurut pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, permintaan yang mengarah pada penggunaan fisik tak selayaknya diutarakan relawan, terlebih sebagai pejabat publik.
"Benny seolah masih hidup di negara otoriter, yang membenarkan penggunaan kekerasan dalam penyelesaian masalah," demikian kata Jamiludin kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (30/11).
Kata Jamiluddin, Benny saat ini berkiprah dalam negara demokrasi. Seharusnya, saat masalah proses penyelesaian berbagai persoalan melalui dialog dan musyawarah.
Bagi mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta ini, Benny nampaknya memang belum layak hidup di negara demokrasi. Benny seharusnya hidup di zaman Orba.
Pandangan Jamiluddin, sebagai pejabat publik, Benny tentu sangat tidak layak memimpin instansi pemerintah. Orang seperti itu tak sesuai memimpin di era reformasi yang mengedepankan demokrasi.
Analisa Jamiluddin, sosok seperti Benny tidak sejalan dengan semangat reformasi yang sudah terbangun di Indonesia hingga saat ini.
"Karena itu, sepantasnya Jokowi mencopot Benny sebagai Kepala BP2MI. Hal itu diperlukan agar instansi pemerintah tidak ada dipimpin orang yang menyukai kekerasan dalam menyelesaikan masalah," pungkasnya.
Sumber: RMOL