Isu Perang Bintang, Lemkapi: Ada yang Tak Suka Polri Tindak Jenderal Pelanggar Hukum

Isu Perang Bintang, Lemkapi: Ada yang Tak Suka Polri Tindak Jenderal Pelanggar Hukum

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Edi Hasibuan mengatakan tidak ada perang bintang di tubuh Polri meski ada beberapa upaya menyerang secara pribadi kepada petinggi Polri.

"Sejak lama, saya banyak berkomunikasi dengan para pejabat utama Polri dan para kapolda di seluruh Indonesia. Saya tidak melihat ada perang bintang saat ini," kata Edi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu, 12 November 2022.

Dia mengatakan internal Polri saat ini sangat solid di bawah kepemimpinan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo. 

Untuk itu, akademisi dari Universitas Bhayangkara Jakarta ini meminta Polri agar waspada terhadap pihak-pihak yang menginginkan Polri pecah dan mengadu domba. "Kami melihat ada pihak yang tidak suka dengan ketegasan Polri menindak para jenderal yang melanggar hukum," katanya.

Edi yakin dengan soliditas yang kuat dan tetap menjaga kekompakan, Polri akan melewati ujian demi ujian yang saat ini terus dihadapi Polri.

Dugaan adanya perang bintang muncul setelah Polri memecat dan membawa dua jenderal ke pengadilan umum atas sangkaan terlibat pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Setelah itu muncul tudingan miring ke pribadi petinggi Polri dalam perkara judi, pemerasan hingga munculnya video viral seorang mantan anggota Polri menyerahkan uang terkait tambang ilegal.

Ahli sebut kasus Teddy Minahasa bukti ada perang bintang di internal Polri

Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel, memberikan tanggapan soal Irjen Teddy Minahasa yang ditangkap polisi karena diduga menjual narkoba hasil sitaan polisi. Dia menilai kasus Teddy membuktikan adanya perang bintang di internal Polri.

Perang bintang itu menurut Reza, sangat toxic dan berbahaya. Perang bintang semacam ini, menurutnya, membuktikan adanya saling mangsa antar anggota kepolisian.

"Di dalam organisasi kepolisian ada berbagai klik atau subgrup atau bahkan submabes. Kalau antar mereka saling berkompetisi secara konstruktif, silakan. Bagus. Masyarakat akan menerima faedahnya," kata Reza lewat keterangan tertulis pada Ahad, 16 Oktober 2022.

"Tapi kalau antar mereka membangun rivalitas dengan cara destruktif atau toxic, ini berbahaya. Seolah yang mereka lakukan adalah kebaikan penegakan hukum. Namun yang terjadi sesungguhnya adalah praktik pemangsaan (predatory)," tambahnya.

Adanya perang bintang, menurut Dosen dari Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), ini sungguh menggangu kinerja polisi satu dan yang lainnya. Temuan ini dapat membuat masyarakat terdampak keburukan dari polisi tersebut.

"Ini merusak kohesivitas organisasi. Kalau organisasi kepolisian sudah tidak kohesif, maka puncaknya adalah masyarakat yang merasakan mudaratnya," ujarnya.

Motif Teddy Minahasa

Reza menduga motif Teddy Minahasa dalam menjual barang bukti narkoba ini adalah untuk memperkaya diri sendiri. Hal itu menurutnya merupakan tindakan korupsi yang sudah mendarah daging dalam tubuh Polri.

"Kemungkinan pertama, yang tipikal adalah jual beli barbuk sebagai cara instrumental untuk memperoleh harta. Corruption by greed. Penyimpangan sebagai ekspresi kerakusan. Disebut 'tipikal' karena korupsi merupakan salah satu subkultur menyimpang di seluruh organisasi kepolisian," kata Reza.

Kemungkinan kedua, menurut Reza adalah penerapan strategic model. Model ini memandang bahwa aparat penegak hukum bekerja sesungguhnya tidak murni untuk penegakan hukum itu sendiri. "Kontras, kasus dijadikan sebagai sarana untuk mendongkrak karier personel itu sendiri. Inilah strateginya lewat mempahlawakan dirinya sendiri dalam rangka membangun karier," ujarnya.

Reza pun mencontohkan dengan polisi yang menciptakan kasus lalu diungkapnya sendiri dengan mengundang wartawan. Saat konferensi pers pun dikemas secara bombastis agar diliput media dan masuk dalam radar petinggi Polri. Personel yang telah mengungkap kejahatan itu pun lalu dipromosikan karena dianggap berprestasi.

"Andai yang dijebak itu adalah bandit, monggo saja. Semoga kehidupan masyarakat menjadi lebih aman dan tenteram. Tapi kalau yang menjadi sasaran rekayasa kasus itu adalah orang baik-baik, jahanam itu namanya," kata Reza.

Polisi mengungkap peredaran narkoba yang diduga melibatkan eks Kapolda Sumatera Barat Inspektur Jenderal Teddy Minahasa. Direktur Narkoba Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Mukti Juharsa mengatakan jenderal bintang dua itu mendapatkan lima kilogram sabu dari barang bukti sitaan Polres Bukittinggi.

Pada akhir Mei 2022 lalu kepolisian di wilayah Sumatera Barat itu mengungkap 41,4 kilogram sabu dengan nilai Rp62,1 miliar. Namun lima kilogram barang terlarang itu tidak dimusnahkan dan justru diganti tawas.  "Iya diganti dengan tawas lima kilogram," kata Mukti di Polres Metro Jakarta Pusat, Jumat, 14 Oktober 2022.

Sumber: tempo
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita