Hakim Tipikor Alihkan Terdakwa Korupsi Tsunami Cup Jadi Tahanan Kota, MaTA: Jangan Jadi “Dewa” Koruptor

Hakim Tipikor Alihkan Terdakwa Korupsi Tsunami Cup Jadi Tahanan Kota, MaTA: Jangan Jadi “Dewa” Koruptor

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO -Kebijakan pengalihan terdakwa korupsi menjadi tahanan kota dinilai menjadi preseden buruk bagi pemberantasan korupsi di Aceh. Pengadilan Tipikor pun dipandang telah menjadi panggung dagelan.

“Hakim Tipikor jangan menjadikan dirinya sebagai ‘dewa’ bagi koruptor,” kata Koordinator Masyarakat Transparasi Aceh (MaTA), Alfian, kepada Kantor Berita RMOLAceh, Sabtu (12/11).





Alfian menyebutkan, vonis bebas terhadap terdakwa korupsi terus terjadi berulang-ulang. Karena itu, dia mempertanyakan eksitensi dan moralitas hakim terhadap terdakwa koruptor.

“Dulu tren mareka suka vonis ringan, terus pengalihan tahanan sampai vonis bebas. Jadi fungsi dan semangat Pengadilan Tipikor buat apa?” tegas Alfian.

Misalnya, ketika Pengadilan Tipikor memvonis terdakwa korupsi bebas, kemudian kejaksaan kasasi. Hampir semua kasasi diterima oleh Mahkamah Agung (MA).

“Jadi bukan berarti putusan vonis hakim Tipikor sudah tepat,” sebut Alfian. “Ketika jadi terdakwa dan lahir vonis ringan atau bebas, jadi pengadilan buat apa? efek jeranya bagaimana? apakah mau diabaikan semua?”

Alfian menilai, kebijakan para hakim Tipikor sudah menjadi tontonan bagi publik. Di Pengadilan Tipikor, kata dia, terdakwa mendapat keistimewaan. Ini dinilainya sangat berbahaya.

Dengan sejumlah kebijakan yang sudah ditetapkan hakim Tipikor, bukan lagi telah mencederai keadilan publik. Akan tetapi, menjadi mainan peradilan.

Untuk itu, MaTA mendesak Kejaksaan untuk melakukan upaya luar biasa. Yaitu meminta Komisi Yudisial (KY) untuk mengawasi dan memeriksa terhadap keputusan para hakim Pengadilan Tipikor Banda Aceh dalam melakukan sidang.

Menurut dia, ketidakadilan itu tak bisa dibiarkan. Karena sudah tak relevan, apalagi alasan-alasan yang dikemukan oleh para hakim dalam pengalihan para terdakwa menjadi tahanan kota.

“Sama sekali tidak bisa diterima akal sehat,” tegas Alfian lagi.

Menurut Alfian, jika dengan alasan terdakwa dapat dibebaskan, maka peristiwa ini akan terus terjadi berulang-ulang.

“Apakah yang publik tonton saat ini pengadilan sesat atau berbayar? Kami menilai wajar sekali publik berkesimpulan demikian,” demikian Alfian.

Sumber: RMOL
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita