GELORA.CO - Ketentuan atau norma pencalonan presiden dalam UU 7/2017 tentang Pemilu yang diajukan Sekretariat Bersama Prabowo-Jokowi 2024-2029 ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Keputusan atas perkara nomor 101/PUU-XX/2022 dibacakan Ketua MK, Anwar Usman, dalam sidang putusan yang digelar scara hybrid di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (23/11).
"Mengadili, menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima," ujar Anwar Usman.
Dalam pokok permohonannya, pemohon mendalilkan Pasal 169 huruf n UU Pemilu inkonstitusional atau bertentangan dengan Pasal 7 UUD 1945, karena memposisikan presiden dan wakil presiden sebagai satu kesatuan.
Bunyi Pasal 7 UUD 1945 adalah "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan".
Menurutnya, dalam norma yang ada di UUD 1945 tersebut menggunakan frasa 'dan', tapi bukan 'atau'. Sehingga menurutnya, sulit bagi presiden yang sudah dua periode untuk maju kembali dalam jabatan yang berbeda yaitu wakil presiden pada pemilu selanjutnya.
Namun, MK memandang penjelasan pemohon mengenai pokok keberatannya atas pemberlakuan norma Pasal 169 huruf n UU Pemilu tidak relevan, karena seolah-olah jika permohonanan gugatannya ini dikabulkan maka warga negara tidak ragu memilih pasangan capres dan cawapres meski pernah menjabat 2 periode sebagai presiden saja.
"Dengan demikian, dalam batas penalaran yang wajar, menurut Mahkamah, keraguan dan ketidakpastian hukum yang dijelaskan para Pemohon tersebut hanya mungkin dapat dinilai telah menimbulkan anggapan kerugian konstitusional bagi perseorangan warga negara yang pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama dua kali masa jabatan," begitu pertimbangan hukum MK.
"Dan memiliki kesempatan untuk dicalonkan kembali menjadi calon Presiden atau calon Wakil Presiden," sambungnya.
Berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum di atas, MK menyatakan berlakunya Pasal 169 huruf n UU 7/2017 sama sekali tidak merugikan hak konstitusional para Pemohon.
"Dengan demikian, para Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum untuk bertindak sebagai Pemohon dalam permohonan a quo," demikian MK.
Sumber: suara.