GELORA.CO -Pemilu Malaysia yang dilangsungkan setahun lebih awal dari biasanya, memicu tantangan signifikan terutama saat negara itu dilanda hujan deras dan banjir di berbagai daerah.
Beberapa hari jelang pemilu yang digelar pada Sabtu (19/11), ratusan warga Malaysia terpaksa harus mengungsi ke tempat aman karena debit air yang terus bertambah.
Seorang aktivis bernama Joe Lee mengungkap banyak warga yang geram dengan tindakan pemerintah yang membiarkan pemilu tetap berlangsung, sementara mereka kembali dilanda banjir pada Rabu malam (16/11).
"Orang-orang di sini sekarang mengatakan ‘mari kita beri pelajaran (orang-orang) ini. Dari sikap apatis mereka, ‘mari kita beri mereka pelajaran, berbalik 180 derajat," ujarnya seperti dimuat South China Morning Post.
Meskipun pemerintah sudah mengetahui jika musim hujan di Malaysia berisiko banjir, tetapi pemerintah tetap memutuskan pemilihan dilakukan pekan ini.
Karena hal tersebut, Perdana Menteri Ismail Sabri Yaakob dan partai UMNO-nya kerap dikritik tidak bertanggung jawab dan terlalu sembrono dalam menetapkan waktu pemilu.
Presiden UMNO, Ahmad Zahid Hamidi, telah menekan PM untuk melakukan pemilihan segera, meskipun ada ancaman besar di tengah cuaca buruk.
"Kami bersedia menghadapi banjir. Kami tidak bisa menunda pemilu lagi,” kata Ahmad Zahid pada bulan September, menjelang pembubaran parlemen Oktober lalu.
Urgensi yang sama juga digaungkan Sekjen UMNO, Ahmad Maslan yang menepis kekhawatiran bahwa waktu seperti itu akan menghambat partisipasi pemilih dan orang tidak punya alasan untuk tidak memilih.
“Kalau hujan, bawa payung. Bagi saya, mereka harus keluar dan memilih,” kata Ahmad pada Oktober.
PM Yaakob hingga Rabu malam (16/11) tidak memberikan rencana yang jelas untuk menunda pemilu jika banjir yang meluas memang terjadi hingga hari pemungutan suara.
"Mereka dapat memutuskan apa yang dapat dilakukan, tetapi sejauh ini saya mendapatkan informasi bahwa banjir ini hanyalah banjir bandang,” ujarnya.
Kurangnya kemajuan dalam penanggulangan banjir telah membuat banyak pemilih apatis terhadap pemilu.
Lebih dari 400 rumah tangga di lingkungan Taman Melawi mengatakan mereka akan tinggal di rumah pada hari pemungutan suara karena percaya jika memilih pemimpin barupun tidak ada akan mengubah keadaan mereka.
Sumber: RMOL