GELORA.CO - Beredar video berdurasi 16 detik di Twitter yang memperlihatkan seorang suporter Arema masuk ke lapangan dan meminta polisi tak menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton.
“Pak, jangan tembak gas air mata pak. Banyak anak kecil pak,” ujar suporter tersebut kepada polisi.
Lalu anggota polisi tersebut pun meminta agar suporter tersebut untuk memberitahu rekan-rekannya untuk keluar.
“Bro, konco-koncone dikandani bro (Bro, teman-temannya diberitahu bro),,” kata polisi.
Ketika polisi yang dimintai suporter itu menjawab dengan tenang, personel polisi yang lain justru membentak dirinya.
“Kamu jangan bikin onar, nanti saya kasih tahu komandan,” ujar polisi tersebut.
Hingga hari ini, video tersebut telah disukai sebanyak 25 ribu kali dan diretwit oleh 14 ribu lebih pengguna Twitter.
Selain itu juga telah ditonton sebanyak 609 ribu kali.
Pengakuan Pengunggah
Tribunnews.com berhasil mewawancarai pengunggah video tersebut yang merupakan rekan dari suporter itu.
Pengunggah tersebut berinisial I (27), sedangkan suporter yang berada di video itu berinisal Y (25).
Ketika dikonfirmasi ternyata I dan Y tidak menonton pertandingan antara Arema FC vs Persebaya bersama-sama.
Mereka duduk di tribun yang berbeda.
Bahkan I tidak mengetahui jika Y menonton pertandingan Arema FC vs Persebaya dan begitu juga sebaliknya.
“Saya berangkat nggak sama Y, pulang juga nggak sama Y. Soal dia nggak tahu saya nonton, dia juga nggak tahu saya nonton.”
“Dia di tribun Timur, saya di tribun Utara,” ujarnya saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (4/10/2022).
Salah satu nawak saya, turun kelapangan baik2 berbicara tentang jangan gunakan gas air mata di tribun karena ada anak kecil yg terkena imbas, lalu apa yg dia dapatkan? Bentakan, pukulan untuk keluar lapangan!@Tidakpernahtua @lapangan_hi7au @rodrigosantono @OngisnadeNet pic.twitter.com/wxLms9SnNA
— iqbal.adilah (@adilah_iqbal) October 3, 2022
Kemudian terkait video itu, I mengaku baru diberitahui oleh Y pada Senin (3/10/2022) yaitu dua hari setelah tragedi yang menewaskan 125 orang itu.
“Nggak berani speak up. Kirim videonya ke saya dan akhirnya (I) ngetwit,” ujarnya.
Sementara terkait permintaan Y kepada polisi agar tidak menembakkan gas air mata, M menyebut lantaran rekannya merasa kasihan kepada anak-anak dan perempuan yang terkena efeknya.
“Jadi niatnya cuma itu untuk menyampaikan banyak anak kecil, ibu-ibu,perempuan di tribun. Kasihan, jadi dia punya inisiatif untuk masuk ke lapangan,” cerita I.
Namun sesampainya di lapangan dan berbicara secara baik-baik dengan seorang personel polisi, justru anggota lain membentak Y dan memaksanya untuk keluar.
“(Polisi) malah maki-maki dan bentak-bentak suruh keluar. Padahal dia menyampaikan dengan baik-baik,” ujarnya.
Terjadi Pemukulan
Setelah itu, I mengatakan Y mengalami pemukulan sesaat setelah bertemu polisi seperti yang terekam di video.
I menyebut pemukulan kepada Y dilakukan oleh beberapa oknum polisi lain dan bukan polisi yang terekam di dalam video.
“Pemukulan dilakukan di dalam stadion. Sesaat setelah kamera (handphone) mati itu,” jelas I.
Imbas dari pemukulan itu, kata I, Y mengalami luka memar di bagian kepala dan punggung.
Menurut pengakuan I, polisi masih menembakkan gas air mata di luar Stadion Kanjuruhan.
Tembakan tersebut pun, kata I, membuat penonton semakin panik.
“Di luar stadion pun ada tembakan gas air mata dan itu benar-benar chaos. Banyak teman-teman yang tidak terima,” katanya.
Tuntutan Aremania: Usut Penembak Gas Air Mata dan Pemberi Komando
I mengaku suporter Arema menuntut agar penembak gas air mata dan pemberi komando untuk diusut.
Seperti diketahui, gas air mata disebut menjadi pemicu suporter Arema panik dan berdesak-desakan untuk keluar hingga berujung sesak napas dan meninggal dunia.
“Bahwa yang menyebabkan kematian itu bukan suporter yang turun ke lapangan yang menurut mereka (kepolisian -red) rusuh orang Bonek (suporter Persebaya) nggak datang.”
“Arek Malang menuntutnya usut siapa yang menembakan (gas air mata), siapa yang ngasih komando. Itu kan tuntutan anak-anak Malang,” jelasnya.
I pun menyesalkan pertandingan yang digelar pada saat malam hari atau prime time.
Dirinya menyebut keputusan seperti itu juga merugikan suporter.
“Kami, suporter ini main malam itu dirugikan sekali,” ujarnya.
I juga berharap tragedi ini menjadi peristiwa terakhir yang terjadi di persepakbolaan Indonesia.
Selain itu, ia juga tidak ingin adanya tangisan keluarga di Indonesia karena sepakbola.
“Itu sih yang kami inginkan. InsyaAllah seluruh Arek Malang setuju dengan perkataan saya,”pungkasnya.
Sumber: tribunnews