Tiga Cantrik Gus Dur Layak Menjadi Presiden

Tiga Cantrik Gus Dur Layak Menjadi Presiden

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


OLEH: JAYA SUPRANA
AKHIR-AKHIR ini saya sempat reuni dengan dua tokoh cantrik Gus Dur, yaitu Mahfud MD yang kini menjadi Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan dan Luhut Binsar Panjaitan yang kini de jure Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi merangkap de facto Perdana Menteri.

Menurut pendapat pribadi saya yang sudah barang tentu subyektif: Cak Mahfud dan Pak Luhut keduanya sama-sama potensial menjadi Presiden Republik Indonesia. Masih ada seorang tokoh cantrik Gus Dur lainnya yang saya yakini juga potensial menjadi Presiden Republik Indonesia, yaitu Rizal Ramli.



 
Namun sayang setriliun sayang, pendapat saya menjadi tidak realistis seperti si pungguk merindukan rembulan gegara apa yang disebut sebagai presidential threshold alias ambang batas kepresidenan yang de facto dan de jure kini resmi secara konstitusional dihadirkan di persada Nusantara tercinta ini.

Ketiga tokoh cantrik Gus Dur yang memiliki potensi besar untuk menjadi presiden Republik Indonesia yang kini dianggap demokratis ini sulit menjadi Presiden RI akibat sulit memenuhi syarat yang dipaksakan oleh presidential threshold yang telah ditetapkan sebagai Undang Undang Pemilihan Umum Republik Indonesia.

Maka tiga cantrik Gus Dur yang secara empirik maupun profesional sebenarnya layak menjadi Presiden Republik Indonesia terpaksa menjadi tidak layak akibat tidak mampu memenuhi kendala syarat presidential threshold yang kini berlaku di persada Tanah Air Udara tercinta masa kini.

Sejauh saya mengenal semangat demokratis Gus Dur, saya merasa yakin bahwa Gus Dur pasti merasa kecewa apabila menyaksikan betapa tiga cantrik utama beliau yang potensial menjadi Presiden Republik Indonesia ternyata tidak bisa, sebab tidak boleh dicalonkan menjadi presiden gegara apa yang disebut sebagai presidentual threshold.

Tidak kurang dari mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqi juga telah menegaskan bahwa presidential threshold sebaiknya dihapus. Namun permohonan saya agar MK meniadakan presidential threshold ditolak oleh dewan hakim MK masa kini dengan alasan secara konstitusional saya pribadi tidak dirugikan yang secara alasanologis cukup ada benarnya, sebab memang saya tidak menyapreskan diri saya sendiri.

Berdasar nalar sederhana saja sudah dapat diyakini bahwa sukma presidential threshold yang kini berlaku di Indonesia pada hakikatnya tidak demokratis, sebab membatasi hak asasi rakyat untuk memilih presiden negerinya sendiri. Rakyat dipaksa memilih presiden yang sudah disaring oleh presidential threshold.

Sebagai rakyat jelata yang sama sekali tidak memiliki kekuasaan dan wewenang untuk menetapkan, apalagi mengubah undang-undang, saya hanya bisa pasrah menyerahkan nasib negeri tercinta yang konon demokratis ini sepenuhnya kepada para wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat, sehingga bisa duduk di takhta kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengembalikan atau tidak mengembalikan hak asasi rakyat untuk memilih Presiden Republik Indonesia tanpa ambang batas yang membatasi hak asasi rakyat memilih presiden selaras suara nurani di lubuk sanubari masing-masing demi menegakkan pilar utama demokrasi yaitu dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat.

MERDEKA! 
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita