GELORA.CO - Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU) mendesak pemerintah agar membuat regulasi untuk melarang penyebaran paham wahabi melalui majelis taklim, media daring maupun media sosial di Indonesia.
Hal itu termaktub dalam salah satu poin rekomendasi LD PBNU kepada pemerintah dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Lembaga Dakwah PBNU yang digelar di Asrama Haji Jakarta, 25-27 Oktober 2022.
“Lembaga Dakwah PBNU merekomendasikan kepada pemerintah (dalam hal ini Kemenkopolhukam, Kemenkumham, Kemendagri, dan Kemenag) untuk membuat dan menetapkan regulasi yang melarang penyebaran ajaran Wahabiyah,” sebut rekomendasi tersebut, dikutip dari laman resmi LD PBNU, Jumat (28/10/2022).
Sering menbidah-bidahkan: Kelompok ini, menurut LD PBNU kerap mengalamatkan tudingan bidah bahkan sampai mengkafirkan tradisi keagamaan yang dilakukan sebagian umat Islam di Indonesia. Hal itu memicu perdebatan di tengah masyarakat.
Mereka juga menduga bahwa paham tersebut sebagai cikal munculnya paham radikalisme, ekstremisme, serta terorisme.
Berujung ke ekstremisme: Poin rekomendasi itu menyebut bahwa jika hal tersebut dibiarkan, dikhawatirkan terjadi gesekan sosial, saling fitnah yang berakibat pada perpecahan, konflik sosial, munculnya kelompok yang menolak Pancasila dan NKRI. Bahkan sampai potensi kekerasan dan terorisme.
LD PBNU juga melihat masih banyak kajian ke-Islaman dan kegiatan keagamaan di masjid-masjid perkantoran diasuh oleh penceramah berpaham wahabi-salafi. Paham yang dipegang oleh penceramah-penceramah tersebut, menurut mereka beroposisi dengan komitmen pemerintah untuk memodernisasi pemahaman Islam.
Untuk itu, PBNU siap menggantikan para pendakwah yang terpapar dengan paham wahabi itu dengan dai-dai ber-Islam moderat.
“LD PBNU siap mendelegasikan para ustadz, dai, mubaligh yang berada di bawah naungan LD PBNU untuk menyampaikan materi, kajian, taushiyah, ceramah, dan pembelajaran ilmu-ilmu keislaman sesuai kualifikasi, kapasitas, dan kepakarannya,” kata Wakil Sekretaris LD PBNU KH Ahmad Nurul Huda, seperti dikutip dari NU Online.
Mantan Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin yang hadir dalam acara Rakernas Lembaga Dakwah PBNU menyinggung soal dua sisi ekstremitas cara beragama yang perlu dimoderasi. Pertama, kelompok agama yang terlalu tekstual dan hanya bertumpu pada teks seraya mengabaikan konteks.
Kedua adalah kelompok liberal, yang bebas tanpa batas, mendewakan akal, bahkan lebih mengedepankan konteks tetapi justru tercerabut dari teks
“Dua ekstremitas itulah yang ingin dimoderasi. Jadi yang dimoderasi itu cara kita beragamanya, bukan agamanya,” ujar Lukman.
Sumber: asumsi