Kontras Temukan Mobilisasi Aparat Bersenjata dalam Tragedi Kanjuruhan

Kontras Temukan Mobilisasi Aparat Bersenjata dalam Tragedi Kanjuruhan

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Tim pencari fakta koalisi masyarakat sipil telah melakukan investigasi atas tragedi kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan, Malang.

Selama 7 hari, tim telah menemui beberapa korban dan melakukan pemantauan langsung di beberapa lokasi kejadian.

Bahkan, temuan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) terhadap tragedi di stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, mengejutkan.

Kontras menemukan hal-hal ganjil pada tragedi 1 Oktober 2022 yang memantik perhatian dunia sepakbola dunia itu. 

"Kami menemukan bahwa pengerahan aparat keamanan atau mobilisasi berkaitan dengan aparat keamanan yang membawa gas air mata itu dilakukan pada tahap pertengahan babak kedua," kata Kepala Divisi Hukum Kontras Andi Muhammad Rezaldi dalam jumpa pers, Minggu 9 Oktober 2022.

Setelah melakukan investigasi, Kontras mendapatkan 12 temuan awal. Salah satunya, keganjilan soal mobilisasi aparat, termasuk Brimob yang membawa gas air mata.

Padahal, dalam konteks atau situasi saat itu tidak ada ancaman, atau potensi gangguan keamanan. Jadi Kontras melihat ada suatu hal yang ganjil.

Dalam laga yang mempertemukan Arema FC vs Persebaya, suporter yang datang hanyalah suporter tuan rumah.

Di sisi lain, Kontras juga menyoroti soal penembakan gas air mata yang langsung dilakukan tanpa mengindahkan tahapan awal.

Dalam kesempatan itu, Andi mengutip Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 bahwa dalam hal penggunaan kekuatan, ada tahap-tahap awal yang harus dilakukan aparat sebelum tiba pada keputusan untuk menembakkan gas air mata

Apalagi, gas air mata ditembakkan ke tribun penonton, utamanya tribun selatan. Padahal, suporter di area tersebut tidak dalam keadaan ricuh.

"Dalam konteks kasus ini, tahapan-tahapan tersebut tidak dilalui oleh aparat kepolisian. Apa saja tahapan yang harus dilalui, pertama, misalnya melakukan penggunaan kekuatan yang memiliki dampak pencegahan," jelasnya.

Tahap yang kedua, perintah lisan atau suara peringatan. "Tetapi hal itu tidak dilakukan," ujarnya lagi.

Sejauh ini tercatat 131 orang meninggal akibat berdesakan setelah polisi yang bertugas menembakkan gas air mata.

Untuk diketahui pada Sabtu, 1 Oktober 2022, terjadi tragedi seusai laga Arema FC melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang.

Terdapat ratusan orang yang meninggal dunia akibat tragedi tersebut. Banyaknya korban tersebut disebabkan oleh tembakan gas air mata yang dilontarkan oleh aparat Kepolisian ke tribun penonton, sehingga menimbulkan sesak nafas, gangguan penglihatan, dan kepanikan massal.

Penggunaan gas air mata hingga menimbulkan korban jiwa sendiri juga pernah terjadi pada tragedi Estadio Nacional di Lima, Peru pada tahun 1964 yang mengakibatkan 328 orang tewas.

Begitupun tragedi Accra Sports’ Stadium Disaster di Accra, Ghana pada tahun 2001 yang mengakibatkan 126 orang tewas.

Gas air mata juga seringkali digunakan kepolisian untuk menyerang massa aksi demonstrasi, seperti pada aksi #Reformasidikorupsi pada tahun 2019, aksi penolakan Omnibus Law pada tahun 2020, dan lain-lain.

Banyaknya penggunaan gas air mata oleh Polri menimbulkan pertanyaan, kandungan apa yang ada di dalam gas air mata? apa dasar hukum penggunaan gas air mata oleh Kepolisian?

Bagaimana dampak penggunaan gas air mata kepada manusia? dari sederet pertanyaan ini seharusnya Polri bisa memberikan penjelasan. 

Sumber : disway
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita